Rabu, April 29

Transportation Demand Management (TDM)

Transportation Demand Management (TDM) Katak aplikasaun lei, regulamentu no stratejia atu minimaliza nesesidade ba transporte privadu intermus nesesidade ba transporte no nesesidade sira seluk, regula nesesidade ne'ebe sai alterantiva ne'ebe low-cost atu nune'e hasae fali kapasidade iha parte seluk.
Regula nesesidade intermus area transporte nian mos iha potensia atu halo ambiente sai diak liu tan, hasae saude publiku, komunidade ne'ebe forte no cicdade ne'ebe furak no matak. sistema TDM nia relasaun bot no importante tebes ho komunidade sira, parte rua ne'e iha ligasaun ba malu atu fasilita atividade komunidade ne'ebe hela iha area refere. 
Modelu ba Transportation Demand Management (TDM) ne'e mak hanesan jestaun parke (selu) no Electronic Road Pricing (ERP).

Intelligent Traffic System

Intelligent Transportasi System (ITS) atau dalam bahasa harfiah sistem transportasi pintar menerapkan teknologi informasi dan komunikasi untuk transportasi. Komputer, elektronik, satelit dan sistem sensor memainkan peran utama di dalam sistem transportasi ini. Inovasi utama nya adalah menyatukan sistem transportasi yang sudah ada menjadi lebih terintegrasi dan terpadu untuk dapat menciptakan suatu pelayanan yang baru.

ITS merupakan suatu instrument sistem transportasi yang dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan dalam berbagai kondisi. ITS dapat diaplikasikan di setiap moda transportasi (jalan, rel, udara, dan air) dan pelayanan dapat digunakan untuk pengangkutan penumpang dan barang.

Pengaplikasian ITS dalam sistem transportasi dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk lebih meningkatkan daya saing angkutan umum sehingga dapat meningkatkan nilai mobilitas perjalanan dan mengurangi dampak negative dari lalu lintas.

Secara umum, tujuan dari pengaplikasian ITS ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi dalam kota. Sebagai bagian dari rencana sistem transportasi perkotaan yang berkelanjutan, ITS merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan efisiensi angkutan umum.

Masalah yang terdapat dalam sistem transportasi perkotaan yang dharapkan dapat terpecahkan dengan diaplikasikannya ITS adalah sebagai berikut :
  • Lemahnya pelayanan transportasi yang terpadu
  • Rendahnya kualitas informasi untuk penumpang, termasuk informasi waktu perjalanannya.
  • Pengelolaan transportasi public yang kurang efisien
  • Rendahnya kualitas pelayanan multi moda dan pelayanan pada angkutan umum
  • Rendahnya tingkat interaksi antara transporasi public dan swasta
  • Penurunan tingkat kompetisi angkutan umum dengan kendaraan pribadi, yang mana pelaku perjalanan masih lebih memilih angkutan pribadi dibandingkan dengan angkutan umum dalam melakukan perjalanannya

ITS pada transportasi perkotaan memiliki 4 landasan dalam upayanya untuk meningkatkan penggunaan angkutan umum dan mengurangi kemacetan lalu lintas yang mana hal ini dijelaskan dalam Bebagai jenis bentuk kebijakan sebagai berikut :
  1. Berbagai ukuran manajemen lalu lintas telah disurvey di lapangan melalui simulasi, seperti prioritas bus di perhentian lampu lalu lintas dan deteksi lokasi kendaraan secara otomatis. Panduan manajeman ini akan dirumuskan pada sistem operasi manajemen lalu lintas yang terpadu, penggabungan kontrol lalu lintas, dan informasi terpadu yang efektif antara badan manajemen angkutan umum dengan operator angkutan.
  2. Pemantauan secara manual mengenai pergerakan transportasi barang dan penumpang, yang mana mempunyai perbedaan sistem operasi angkutan masing-masing. Sebagai contoh sistem yang terdistribusi pada saluran komunikasi dan pelacakan kargo umum.
  3. ITS akan fokus pada metode manajemen kecepatan. Hal-hal yang telah dipelajari sebagai elemen penting untuk menunjang manajemen kecepatan ini diperlukan sebagai penyediaan informasi lalu lintas. Simulasi kecil-kecilan juga perlu dilakukan, hal ini dapat membantu mengoptimalkan manajemen lalu lintas dan sistem informasi pengemudi.
  4. Pusat pengendalian manajemen transportasi sangat dibutuhkan dimana situasi lalu lintas dapat dimonitor dan ketika bermasalah dapat memntukan langkah yang tepat secara langsung. Semua rincian pengoperasian lalu lintas akan diproses dan diproyeksikan secara visual dari kamera. Kontrol untuk semua sistem lalu lintas akan dikelola dan diproses di pusat pengendalian manajemen transportasi tersebut.

Beberapa Standar Tentang Jalan

Sistem transportasi akan mempengaruhi terhadap pola perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah. 
Menurut fungsi jalannya terbagi atas:
A. Jalan Primer
Menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dalam satuan wilayah pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang satu, kota jenjang ke dua, kota jenjang di bawahnya sampai ke persil. Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan kota jenjang ke satu antar satuan wilayah pengembangan.
B. Jalan Sekunder
Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke perumahan.
2. Menurut Volume Jalan, terbagi atas:
A. Arteri Primer
Menghubungkan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang ke satu dengan ciri-ciri sebagai berikut:
  • Di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam.
  • Mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
  • Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas rata-rata.
  • Jumlah jalan masuk ke arteri primer dibatasi secara efisien dan di desain sedemikian rupa sehingga ketentuan sebagaimana dimaksud diatas masih tetap terpenuhi.
  • Persimpangan pada jalan arteri primer dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.
  • Tidak terputus walaupun memasuki kota.
Pengaturan lalu lintas yang dapat dilakukan antara lain berupa :
  • Pengurangan/pembatasan hubungan langsung ke jalan arteri primer
  • Penambahan Jalur Lambat
  • Penyediaan Jembatan Penyeberangan
  • Pemisah jalur oleh marka atau oleh pemisah tertentu
  • Pengurangan/pembatasan peruntukan parkir
B. Arteri Sekunder
Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder I atau menghubungkan kawasan sekunder I dengan kawasan sekunder II. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam, Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Lalu lintas tidak terganggu, Persimpangan dengan pengaturan tertentu harus dapat memenuhi ketentuan.
C. Kolektor Primer
Menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam. Mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan. Tidak terputus walaupun memasuki kota. Apabila terdapat dua atau lebih jalan Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota Kabupaten/Kotamadya atau antar ibukota Kabupaten/Kotamadya maka pada dasarnya hanya satu yang ditetapkan statusnya sebagai jalan propinsi.
D. Kolektor Sekunder
Menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder II atau menghubungkan kawasan sekunder II dengan kawasan sekunder III. Didesain berdasarkan kecepatan rencana yang paling rendah 20 km/jam
E. Lokal Primer
Menghubungkan kota jenjang ke satu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga.
3. Menurut Kelas Jalan, terbagi atas:
Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Adapun kelas-kelas jalan tersebut terdiri dari :
  • Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan lebih besar dari 10 ton
  • Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 10 ton
  • Jalan Kelas IIIA, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
  • Jalan kelas II B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
  • Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan 8 ton
Potongan Melintang
Desain geometrik potongan melintang jalan meliputi bagian-bagian sebagai berikut : badan jalan dan daerah jalan, jumlah dan lebar jalur, median, bahu jalan yang diperkeras, fasilitas perjalanan (trotoar), kerb, dan lain-lain. Kebutuhan lebar badan jalan minimum adalah 3,5 meter, dengan maksud agar lebar jalur lalu lintas dapat mencapai 3 meter sehingga dengan demikian pada keadaan darurat dapat dilewati ambulans, mobil pemadam kebakaran, dan kendaraan khusus lainnya.
Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, badan jalan hanya diperuntukkan bagi arus lalu lintas dan pengamanan terhadap konstruksi jalan. Secara geometris lebar badan jalan dan daerah jalan yang meliputi daerah milik jalan (Damija).
Standar Lebar Badan dan Daerah Jalan

FUNGSI JALAN               
DAMIJA (m)                 
DAMAJA (m)                 
DAWASJA
MINIMAL(m)
Arteri Primer
8
14
20
Kolektor Primer
7
11
15
Lokal Primer
6
8
10
Arteri Sekunder
8
14
20
Kolektor Sekunder                 
7
7
7
Lokal Sekunder
5
5
5
Daerah manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan, ruang yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.
Daerah milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diperuntukkan bagi daerah manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan.
Daerah pengawasan jalan merupakan ruang sepanjang jalan diluar daerah milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan yang diperuntukkan bagi pandangan bebas bagi pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Batas luar Dawasja diukur dengan jarak ke setiap sisi dari as jalan sesuai dengan persyaratan klasifikasi fungsional jalan yang bersangkutan, dalam hal jembatan lebar Dawasja diukur dari tepi luar pangkal jembatan.

Selasa, April 28

Fasilitas Pejalan Kaki

Pejalan kaki merupakan aspek yang penting di lingkungan jalan dan keselamatannya harus diperhatikan dengan baik.
Konflik antara pengendara dengan pejalan kaki sering terjadi terutama di daerah-daerah pertokoan yang intensitas pejalan kakinya ramai.
Berdasarkan laporan WHO tahun 2015, kecelakaan pejalan kaki di Indonesia menduduki peringkat ketiga kecelakaan lalu lintas jalan.
Salah satu yang menjadi kendala dalam masalah kecelakaan lalu lintas adalah kurangnya fasilitas pejalan kaki, buruknya jarak pandang yang didapat oleh pejalan kaki, dan faktor-faktor resiko lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan fasilitas-fasilitas bagi pejalan kaki agar meningkatkan tingkat keselamatan serta memperlancar lalu lintas.

Trotoar

Trotoar berfungsi sebagai jalur pejalan kaki, ditempatkan di sisi luar bahu jalan dan memiliki elevasi yang lebih tinggi dari permukaan jalan.

Bollard


Tiang Bollard atau bisa disebut Patok Pembatas Jalan merupakan tiang-tiang yang berada di pinggir trotoar, berfungsi sebagai pembatas antara trotoar dengan perkerasan jalan. Selain itu juga dapat berfungsi untuk menghalangi kendaraan masuk ke area-area tertentu.


Zebra Cross

Zebra cross merupakan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki sebidang dengan jalan, berupa marka jalan dengan garis-garis hitam putih melintang pada sumbu jalan.

Jembatan Penyeberangan


Jembatan penyeberangan merupakan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki yang terletak di atas permukaan perkerasan jalan dan digunakan apabila penyeberangan sebidang tidak dapat dilakukan dikarenakan lalu lintas yang ramai dan kecepatan kendaraan yang tinggi.



Terowongan Penyeberangan


Alternatif penyeberangan apabila tidak memungkinkan menggunakan Jembatan Penyeberangan. Merupakan tempat penyeberangan pejalan kaki di bagian bawah permukaan jalan.


Skywalk


Di Bandung, tepatnya di daerah Cihampelas terdapat Skywalk Teras Cihampelas yang dibuat untuk para pejalan kaki serta pedagang kaki lima yang berjualan di sekitarnya. Dengan adanya Skywalk ini, kemacetan di daerah Cihampelas dikarenakan konflik antara pejalan kaki dengan pengendara dapat dikurangi. Selain itu, Skywalk ini juga memberikan nilai estetika pada Kota Bandung.




Rambu dan Marka

Rambu dan Marka harus terlihat jelas walau pada malam hari dan ditempatkan di bagian tepi trotoar mengarah ke arah jalan. Tujuannya adalah untuk memberitahu pengendara akan adanya tempat penyeberangan.

Lampu Penyeberangan


Pelican Crossing

Pelican Crossing atau seringkali disebut Pedestrian Light Controlled Crossing merupakan fasilitas penyeberangan bagi pejalan kaki.
Pejalan kaki yang ingin menyeberang dapat memencet tombol, kemudian tunggu beberapa saat dan lampu penyeberangan akan menjadi hijau, sedangkan untuk pengendara akan menjadi merah. Diterapkan di daerah yang padat pejalan kaki dan/atau lalu lintasnya.

Puffin Crossing

Puffin Crossing atau Pedestrian User Friendly Intelligent Crossing merupakan perkembangan dari Pelican Crossing.

Puffin Crossing memiliki alat pendeteksi apabila penyeberang jalan berjalan lambat, maka durasi penyeberangan dapat diperpanjang.

Toucan Crossing 

Toucan Crossing atau Two Can Crossing juga merupakan perkembangan dari Pelican Crossing, namun disini pengendara sepeda juga dapat ikut menyeberang.

Manajemen Lalu Lintas

Manajemen lalu lintas adalah bagian dari rekayasa transportasi (transport engineering) di mana teknik-teknik lalu lintas ataupun metoda pengaturan lainnya yang relevan digunakan untuk mengelola sistem prasarana transportasi dan prasarana lalu lintas lainnya (termasuk terminal dan stasiun antar moda) sedemikian sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara efektif, dengan memperhatikan aspek-aspek : keamanan, kenyamanan, ekonomi dan lingkungan. - Hills, 1978

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen lalu lintas merupakan pekerjaan mengelola lalu lintas agar menjadi optimal tanpa melakukan perubahan yang signifikan seperti penambahan ruas jalan baru.
 
Adapun tujuan dari manajemen lalu lintas ini adalah:
  • Pendistribusian pergerakan lalu lintas secara menyeluruh sehingga mengurangi penumpukan lalu lintas pada suatu ruas jalan
  • Meningkatkan tingkat aksesibilitas pada suatu daerah
  • Meningkatkan keamanan dalam berlalu lintas
  • Memperbaiki ataupun melindungi kondisi lingkungan di daerah tersebut
  • Efisiensi penggunaan sumber daya energi
  • Peningkatan kecepatan rata-rata pada saat jam sibuk
 
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, manajemen lalu lintas akan fokus terhadap pengelolaan simpang, lampu lalu lintas, rambu dan marka, serta pengendalian parkir. 
 

Perbedaan Perencanaan Transportasi Perkotaan dan Manajemen Lalu Lintas

Lingkup wilayah yang dikaji pada studi Manajemen Lalu Lintas umumnya lebih kecil dibandingkan lingkup wilayah pada studi  Perencanaan Transportasi Perkotaan.
 
Waktu yang diperlukan untuk mengkaji permasalahan biasanya kurang dari 5 tahun, sedangkan untuk Perencanaan Transportasi Perkotaan dapat 1-30 tahun.
 
Manajemen Lalu Lintas lebih berfokus kepada pengelolaan pergerakan (demand), sedangkan Perencanaan Transportasi Perkotaan lebih berfokus pada prasarana transportasi (supply).

Solusi Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas

Salah satu permasalahan transportasi yang paling sering dihadapi adalah permasalahan kemacetan terutama bagi kota-kota besar.
Kerugian atau Cost dari waktu yang terbuang akibat kemacetan merupakan hal yang perlu dikaji dalam kiat membangun pertumbuhan ekonomi yang baik. Polusi yang ditimbulkan dari gas buang kendaraan juga hal yang tidak dapat diabaikan terkait permasalahan lingkungan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas. Diantaranya adalah pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, untuk realisasinya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan juga membutuhkan waktu.
Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah kemacetan lalu lintas:

Penyediaan dan Pemeliharaan Sarana Transportasi Umum

Penyediaan sarana transportasi yang layak harus menjadi sasaran utama agar para penggunan jalan raya beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.

Sarana transportasi tersebut dapat berupa Bus dan Kereta yang memiliki jalurnya tersendiri sehingga penumpang dapat terhindar dari kemacetan. Pelayanan yang nyaman dan aman juga perlu disediakan.

Penggunaan Jalur Satu Arah

Dengan menjadikan jalan satu arah, maka konflik yang terjadi antar kendaraan dapat dikurangi. Sehingga efek bottleneck dari mobil yang berbelok ke arah kanan dengan memotong jalur kendaraan dari arah berlawanan dapat dihindari.

Kecepatan dan arus lalu lintas juga bertambah, serta lebih mudah dalam melakukan parkir kendaraan. Namun, jarak tempuh akan menjadi lebih panjang bagi beberapa kendaraan. Apabila lokasi tujuan terlewat, pengendara perlu mengitari lagi kawasan tersebut.

Pembatasan Kepemilikan Kendaraan Pribadi

Hal ini dikarenakan mudahnya orang memperoleh kendaraan pribadi. Jika pembatasan pemilikan kendaraan pribadi ini dapat dilakukan, maka ini akan dapat menekan angka kemacetan transportasi lalu lintas di jalan raya.

Pembuatan Skywalk

Pembuatan Skywalk seperti di Cihampelas, Bandung, dapat mengurangi kemacetan yang terjadi.
Pembuatan Skywalk ini diinisiasi dikarenakan banyaknya pejalan kaki yang berlalu-lalang dan pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang Jalan Cihampelas sehingga mengakibatkan lalu lintas menjadi macet.
Dengan adanya Skywalk ini, maka pejalan kaki dan pedagang kaki lima dipindahkan ke Skywalk, sehingga konflik antara pejalan kaki dengan pengendara dapat dikurangi. Hal ini cocok untuk diterapkan di daerah pertokoan.

Penetapan Sistem Aturan Ganjil Genap

Penerapan sistem ini dapat mengurangi volume lalu lintas. Sistem ganjil genap ini adalah penetapan kendaraan yang boleh melewati jalan-jalan tertentu berdasarkan digit paling belakang di pelat nomornya, apakah ganjil atau genap.
Misalnya, jika nomor pelat adalah B 1234, maka akan tergolong genap karena digit terbelakang adalah angka 4. Untuk angka 0 sendiri tergolong angka genap.
Ganjil-genap ini ditentukan berdasarkan tanggal hari tersebut, apakah tanggal ganjil atau genap.

Penetapan Electronic Road Pricing (ERP)

Electronic Road Pricing atau Sistem Jalan Berbayar ini sudah diterapkan di negara Singapura.
Kendaraan yang akan melewati jalan yang memiliki ERP ini harus memiliki device IU (In-Vehicle Unit) serta CashCard berisikan kuota, dipasang di kaca depan kendaraan, dan akan terkena charge secara otomatis ketika melintasi jalan tersebut.
Sistem ERP ini menggunakan kamera untuk memindai kendaraan yang melewati jalan tersebut. Tarif yang ditentukan fluktuatif, dapat berubah-ubah sesuai kondisi lalu lintasnya.
Keunggulan sistem ini adalah kendaraan yang melintas tidak perlu memperlambat kecepatannya maupun berhenti saat memasuki area ERP sehingga dapat mempertahankan arus lalu lintas yang ada.

4 Tahap Model Perencanaan Transportasi

trip assignment


Transportasi adalah perpindahan suatu objek dari satu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan sebuah medium yang dapat berupa kendaraan. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya seringkali kita menggunakan transportasi untuk memudahkan pekerjaan kita.
Transportasi itu sendiri dapat terjadi karena adanya perbedaan sumber daya dari wilayah satu dan wilayah yang lainnya. Akibat perbedaan itulah maka terjadi kebutuhan dan ketersediaan. Dengan demikian terjadi interaksi antar kawasan yang digambarkan dengan adanya transportasi.
Sampai saat ini, baik di Indonesia maupun negara-negara maju masih terus mengembangkan sistem transportasi yang aman, cepat, murah, nyaman serta ramah lingkungan.
Namun, ekspektasi tersebut masih menjadi tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan terutama ketika menghadapi masalah seperti kemacetan, jalan yang rusak, polusi udara, suara dan getaran.
Metoda analisa yang telah dikembangkan membutuhkan biaya yang mahal serta waktu proses yang lama. Hal ini tidak sesuai untuk negara berkembang, karena ada keterbatasan waktu dan biaya, yang tentunya selalu memerlukan pemecahan dan penanganan masalah transportasi yang bersifat quick-response.
Salah satu metode analisa yang paling sering digunakan adalah 4 tahap model transportasi.
Model ini disebut 4 tahap karena dalam pemodelan tersebut terdapat 4 sub-model yang pemodelannya dilakukan secara terpisah. Hasil yang didapat dari suatu sub-model dapat menjadi masukan untuk sub-model selanjutnya.
Berikut ini adalah penjelasan empat tahap model perencanaan transportasi:

Trip Generation (Bangkitan - Tarikan)

Trip generation adalah adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu zona atau tata guna.
Suatu zona atau tata guna yang dimaksud disini dapat berupa unit permukiman atau bagian wilayah kota (kawasan).
Jenis-jenis perjalanannya (Trip Purpose) biasanya berupa:
  • Home-based work trip (rumah-kantor)
  • Home-based other (rumah-tempat lain)
  • Non-home-based trip (tempat lain-tempat lain)
Perkiraan jumlah bangkitan/tarikan perjalanan dilakukan terhadap suatu zona, sesuai dengan variabel zonanya.
Besar kecilnya Trip Generation dipengaruhi oleh:
  • Intensitas tata guna lahan dan perkembangan pada daerah studi
  • Kondisi sosio-ekonomi dari pelaku perjalanan
  • Kapabilitas dan keadaan sistem transportasi yang ada di daerah studi

Trip Distribution (Distribusi Perjalanan)

Trip distribution adalah pemodelan untuk melihat bagaimana lalu lintas dapat ditimbulkan oleh suatu wilayah itu didistribusikan. Apakah arah pejalanan itu semua menuju satu tempat atau tersebar merata.
 
Faktor yang menentukan Trip Distribution adalah jumlah perjalanan itu sendiri yang berupa orang, kendaraan, maupun barang yang terjadi di antar zona.
 
Pada tahap pemodelan distribusi perjalanan ini, tujuan utamanya adalah membentuk Matriks Asal Tujuan untuk Nilai Bangkitan/Tarikan yang telah diperoleh dari Trip Generation.
 
Distribusi perjalanan juga dapat direpresentasikan dalam bentuk Desire Lines, yang merupakan garis-garis yang menghubungkan antar pusat zona pada suatu peta, dengan ketebalan garis menunjukkan besaran pergerakannya. Dari sini dapat terlihat secara visual lokasi mana saja yang ramai dikunjungi.
 

Moda Split (Jenis Angkutan)

Interaksi antara dua tata guna lahan dapat dilakukan dalam dua pilihan, pertama adalah dengan menggunakan telepon (atau pos) untuk menghindari terjadinya pergerakan, dan kedua, interaksi yang mengharuskan terjadinya pergerakan.
 
Pada pilihan kedua, keputusan harus ditetapkan dalam hal pemilihan moda yang berkaitan dengan jenis transportasi yang digunakan.
 
Moda split adalah pembagian perjalanan ke dalam moda angkutan baik pribadi maupun angkutan umum. Dengan kata lain moda split adalah pemisahan perjalanan berdasarkan jenis angkutan.
 
Secara garis besar moda angkutan terbagi menjadi 3 yakni :
  • Angkutan Darat (Mobil, Motor, Bus, Kereta Api) 
  • Angkutan Air (Kapal Laut, Boat)
  • Ankutan Udara (Pesawat Terbang, Helikopter)
Faktor yang menentukan Moda Split adalah jenis moda yang tersedia pada daerah studi serta pemilihan moda yang berdasarkan biaya, kemudahan, serta waktu tempuh.
 

Trip Assigment (Pembebanan Ruas Jalan)

Dalam kasus ini, pemilihan moda dan rute dilakukan bersama-sama. Untuk angkutan umum, rute ditentukan berdasarkan moda transportasi. Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang akan memilih moda transportasinya dulu baru rutenya.
 
Seperti pemilihan moda, pemilihan rute juga tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute terbaik.
 
Juga untuk pengaturan volume lalu lintas sehingga lalu lintas tidak menumpuk pada satu ruas jalan. Volume lalu lintas pada suatu ruas jalan dapat dialihkan ke ruas jalan lain. Ini untuk menghindari untuk menghindari kemacetan lalulintas dan menghindari terjadinya kemacetan lalu lintas.
 
Matriks Asal Tujuan akan menjadi faktor inputan dalam pemodelan ini.

Sabtu, April 25

Sistem Transportasi

Pengertian sistem transportasi merupakan gabungan dari dua defenisi, yaitu sistem dan transportasi. Sistem adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain dalam tatanan yang terstruktur, sedangkan transportasi adalah suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain ini objek tersebut lebih berguna atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Maka, dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, sistem transportasi adalah suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan atau usaha untuk memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain secara terstruktur untuk tujuan tertentu. Sistem transportasi didukung oleh alat pendukung untuk menjamin lancarnya proses perpindahan sesuai dengan waktu yang diinginkan sehingga memberikan optimalisasi proses pergerakan tersebut. Alat pendukung ini berupa sarana dan prasarana yang meliputi ruang untuk bergerak (jalan raya, jalan rel), tempat awal/akhir pergerakan (terminal, dermaga, bandara), yang bergerak (alat angkut/ kendaraan dalam bentuk apapun), dan pengelolaan (yang mengkoordinasikan ketiga unsur sebelumnya). Adapun tujuan perencanaan sistem transportasi ini adalah :
  • Mencegah masalah yang tidak diinginkan yang diduga akan terjadi pada masa yang akan datang (tindakan preventif).
  • Mencari jalan keluar untuk berbagai masalah yang ada (problem solving) Melayani kebutuhan transportasi (demand of transport) seoptimum dan seseimbang mungkin.
  • Mempersiapkan tindakan/kebijakan untuk tanggapa pada keadaan di masa depan.
  • Mengoptimalkan penggunaan daya dukung (sumber daya) yang ada.

Jumat, April 24

Pemilihan Moda Transportasi


Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam model pemilihan moda (Tamin,2000):
1.      Biaya
Dalam pemodelan pemilihan moda sangat penting dibedakan antara biaya perkiraan dengan biaya aktual. Biaya perkiraan adalah biaya yang dipikirkan oleh pemakai jalan dan dasar pengambil keputusan, sedangkan biaya aktual adalah biaya sebenarnya yang dikeluarkan setelah proses pemilihan moda dilakukan.
2.      Angkutan umum captive
Dalam pemodelan pemilihan moda, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi pemakai angkutan umum captive. Orang seperti ini didefenisikan sebagai orang yang berangkat dari rumah dan tidak atau mempunyai atau menggunakan kendaraan pribadi (tidak ada pilihan lain kecuali angkutan umum). Diasumsikan bahwa orang tersebut pasti menggunakan angkutan umum.
3.      Lebih dari dua moda
Beberapa prosedur pemilihan moda memodel pergerakan dengan hanya dua buah moda transportasi: angkutan umum dan angkutan pribadi. Di beberapa negara Barat terdapat beberapa pilihan lebih dari dua moda; misalnya, London mempunyai kereta api bawah tanah, kereta api, bus dan mobil. Di Indonesia terdapat bebrapa jenis moda kendaraan bermotor (termasuk ojeg) ditambah becak dan berjalan kaki termasuk penting di Indonesia. Jones (1997) dalam Tamin (2000) menekankan dua pendekatan umum tentang analisis sistem dengan dua buah moda.
 







Gambar 2.4  Pemilihan dua moda (angkutan umum dan mobil)
                                               Sumber : Tamin, 2000.

            Dari gambar di atas dapat diambil asumsi bahwa gambar sebelah kiri mengasumsikan pelaku perjalanan mengambil pilihan antara bergerak dan tidak bergerak. Apabila pelaku perjalanan melakukan pergerakan, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah menggunakan angkutan pribadi atau umum? Sedangkan gambar sebelah kanan mengasumsikan bahwa begitu memilih untuk bergerak maka pelaku perjalanan memilih moda yang tersedia.
            Pendekatan yang lebih cocok khusus untuk Indonesia adalah seperti Gambar 2.5 di bawah ini:




 


  





Gambar 2.5    Proses pilihan lebih dari dua moda yang dipilih
                                          Sumber: Fidel Miro, 2005 

            Gambar 2.5 di atas mengilustrasikan betapa rumitnya memodelkan seluruh moda transportasi yang ada dalam suatu sistem. Masalah lain dalam hal angkutan peribadi adalah pengendara dan penumpang. Keduanya mempunyai atribut yang berbeda yang sangat berpengaruh dalam proses pemilihan moda.

Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models)

Model adalah sesuatu yang dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya yang ada di lapangan atau merupakan suatu alat bantu atau media yang dapat digunakan untuk mencerminkan dan menyederhanakan suatu realita (dunia sebenarnya) secara terukur. Beberapa macam model:  
  1. Model verbal, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk kalimat. Misalnya: suatu kota yang dipenuhi dengan pepohonan yang rindang dengan sungai yang indah.
  2. Model fisik, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dengan ukuran yang lebih kecil. Misalnya: model bangunan, model saluran, model jembatan dan maket bangunan.
  3. Model matematis, yakni model yang menggambarkan keadaan yang ada dalam bentuk persamaan-persamaan matematis. Model inilah yang dipakai pada perencanaan transportasi. Misalnya: jumlah lalu lintas yang sebanding dengan jumlah penduduk.
Model matematis transportasi dapat dijabarkan dalam bentuk-bentuk berikut ini:
  1. Deskriptif, yang menjelaskan keadaan yang ada atau keadaan jika dilakukan suatu perubahan terhadap keadaan yang ada.
  2. Prediktif, yang meramalkan keadaan yang akan datang.
  3. Planning, yang meramalkan keadaan yang akan datang disertai dengan
rencana-rencana perubahannya.
Pemilihan moda merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini dikarenakan peran kunci dari angkutan umum dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas sistem pergerakan dalam suatu sistem transportasi (Tamin, 2000). Hasil analisis pemilihan moda ini sangat bermanfaat sebagai masukan dan bahan pertimbangan penyedia jasa transportasi dan para pengambil kebijakan di dalam mengambil pertimbangan dan keputusan ke depannya. Beberapa kelompok pengguna jasa dan moda transportasi (Miro, 2005):
  1. Pengguna jasa transportasi/pelaku perjalanan (trip maker)
Pengguna jasa transportasi atau konsumen jasa transportasi dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1)  Golongan paksawan (captive) merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah (miskin atau ekonomi lemah).
2)  Golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan (akses) ke kendaraan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan pilihan (choice), merupakan jumlah terbanyak di negara-negara maju, yaitu golongan  masyarakat lapisan menengah ke atas (kaya atau ekonomi kuat).
  1. Bentuk Alat (Moda) Transportasi/Jenis Pelayanan Transportasi
Moda adalah jenis-jenis sarana yang tersedia untuk melakukan perjalanan atau pergerakan seseorang dari suatu tempat ke tempat lainnya baik yang menggunakan kendaraan bermotor maupun tidak serta para pejalan kaki yang sedang menggunakan jalan.
Ada dua kelompok besar moda transportasi, yaitu:
  • Kendaraan pribadi (private transportation)
Moda transportasi yang dikhususkan untuk pribadi seseorang  dan seseorang itu bebas menggunakannya kemana aja, kapan saja, dan dimana saja yang diinginkan atau tidak menggunakannya sama sekali (mobilnya disimpan di garasi). Keuntungan yang didapat adalah perjalanan menjadi lebih cepat, bebas tidak tergantung waktu, dapat membawa barang dan anak-anak dengan lebih aman, bebas memilih rute sesuai keinginan pengemudi (Warpani, 1990)

  •  Kendaraaan umum (public transportation)

Moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama (orang banyak), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih. Moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien daripada moda angkutan pribadi (Tamin, 2000).

Konsep Perencanaan Transportasi

Beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang sampai saat ini dan yang paling populer adalah “Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Step Models).” Model perencanaan ini merupakan gabungan dari beberapa seri submodel yang masing-masing dilakukan terpisah dan berurutan. Submodel tersebut adalah:
  • aksesibilitas
  • bangkitan dan tarikan pergerakan
  • sebaran pergerakan
  • pemilihan moda
  • pemilihan rute
  • arus lalulintas dinamis
Sedangkan Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap (Four Step Models) tersebut adalah (Tamin,2000):
  1. Model Bangkitan Pergerakan (Trip Generation Models), yaitu pemodelan transportasi yang berfungsi untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona/kawasan/petak lahan dan jumlah (banyaknya) perjalanan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu zona/kawasan/petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu. 
  2. Model Sebaran Pergerakan (Trip Distribution Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan jumlah (banyaknya) perjalanan/yang bemula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah  (banyaknya) perjalanan/yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal.
  3. Model Pemilihan Moda Transportasi (Mode Choice Models), yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah (dalam arti proporsi) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula.
  4. Model Pemilihan Rute (Trip Assignment Models), yaitu pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut.

Minggu, April 12

Teori Antrian

Antrian akan terbentuk ketika demand melebihi kapasitas dalam periode waktu atau jarak waktu kedatangan lurang dari waktu pelayanan(pada level mikroskopik) pada sebuah lokasi tertentu. (A.D.May). Beberapa contoh antrian dalam sistem jalan raya adalah pada persimpangan, pintutol,fasilitas parkir, penyempitan freeway, tempat kecelakaan, daerah pertemuan arus (merge area), dan dibelakang kendaraan yang bergerak lambat. Selain itu masalah antrian banyak ditemui pada kajian tentang terminal.
Queuing Theory adanya pada suatu ruas jalan yang interupted flow. Dengan asumsi perhitungan ada 2 macam, yaitu
  1. Deterministik
Berpola pasti jumlah mobil yang datang dan pergi (polanya mutlak sama). Penghitungan mudah, sederhana, tetapi jarang dipakai karena sebenarnya berbeda dengan kondisi sebanarnya di lapangan.
  1. Stokastik 
Tidak pasti
Qi+1 = Qi + ai + di
Qi +1 = queue size at the beginning of time periode i+1
Q1     = queue size at the beginning of time periode
ai       = arrival
di       = departure

Pengertian Transportasi Umum


Transportasi Umum, sering orang menyebutnya sebagai Public Transportation, Mass Transportation, juga disebut Transit Transportation. Ilmu mengenai transportasi umum ini sebenarnya terkait dengan sarana yaitu MODA. Jika dahulu kita familiar dengan transportasi yang dikenal bagian didalamnya meliputi sarana, prasarana, operasional maupun feasibility, maka transportasi umum merupakan bagian didalamnya (sarana)
Berbicara mengenai Transportasi Umum , menjadikan kita harus berbicara secara terintegrasi, tidak bisa secara parsial. Hal yang berkaitan dengan transportasi umum antara lain: 
  1. Urban transportation problem (terdapat berbagai masalah dan dilema)
  2. Suistainability (harus berbicara future/masa depan)
  3. Moda (diklasifikasikan menjadi beberapa jenis moda) 
  4. Penjadwalan 
  5. Quality 
  6. Financing (menyangkut: fare, memilih angkutan publik)
  7. TOD (Transit Oriented Development)
Transportasi umum mempunyai karakteristik yang berbeda dengan angkutan pribadi. Secara mutlak tidak bisa menggantikan seratus persen keberadaan angkutan umum. Hanya ketika ada pemikiran pengalihan angkutan pribadi ke angkutan umum, masyarakat harus diberikan sosialisasi yang memadai, dan pilihan yang fair. 

Sabtu, April 11

Stated Preference (SP)

  1. Stated Preference (SP)
Teknik Stated Preference (SP) diperkenalkan pertamakali dalam penelitian transportasi oleh Davidson, J.D. (1973). Istilah stated preference yang digunakan dalam penelitian transportasi mengacu kepada semua bentuk metoda berdasarkan studi respon individu terhadap suatu hipotesa satu atau lebih alternatif perjalanan yang secara umum didefinisikan dalam bentuk kombinasi beberapa atribut. Beberapa variasi teknik SP telah dilakukan dalam penelitian antara lain dalam hal jumlah atribut, cara penampilan kuisioner, dan dalam hal cara responden menyampaikan responnya. 
2. TEKNIK STATED PREFERENCE
Teknik stated preference (SP) merupakan pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Misalnya terjadi peningkatan
pelayanan salah satu moda transportasi, bagaimana respon masyarakat terhadap moda tersebut relatif terhadap moda lainnya atau jika terjadi peningkatan pelayanan moda transportasi, tetapi juga diiringi dengan peningkatan ongkos moda tersebut. Teknik ini juga bermanfaat dalam tinjauan pasar untuk penerapan suatu teknologi transportasi yang sama sekali baru.
Pada teknik SP ini, peneliti dapat mengontrol secara penuh faktor-faktor yang ada pada situasi yang dihipotesa. Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan). Teknik ini digunakan dalam merancang eksperimen berbentuk serangkaian alternatif situasi tersebut. Rancangan pilihan dan penyajian SP setidaknya memiliki 3 langkah penting yaitu :
a. Menseleksi level atribut dan kombinasi yang terjadi pada masing-masing alternatif (design experimental)
b. Desain penyajian alternatif.
c. Spesifikasi pilihan yang diperoleh dari responden.
Jika jumlah atribut (a) masing-masing distratifikasi kedalam (n) level, maka diperlukan (na) kombinasi pilihan. Desain seperti ini disebut faktorial penuh (full factorial). Bila terdapat banyak atribut dan level stratifikasi yang di pertimbangkan, maka akan menghasilkan kombinasi yang sangat banyak yang dapat membuat responden bosan. Untuk mengurangi jumlah pilihan ini, dapat dilakukan beberapa hal, salah satunya yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan desain faktorial sebagian (fractional factorial). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa semua/sebagian variabel yang saling berinteraksi dapat diabaikan.
A
Preferensi responden dapat dikuantifikasi dengan cara sebagai berikut :
a. Respon berdasarkan rangking
Pendekatan ini menampilkan semua pilihan sekaligus kepada responden, kemudian mereka diminta mengurutkan sesuai pilihannya yang dapat menunjukkan tingkatan utilitas pilihan tersebut. Hal yang menarik dari pendekatan ini adalah bahwa semua pilihan disajikan secara bersamaan. Namun perlu dipertimbangkan bahwa jumlah alternatif yang terlalu banyak dapat membuat responden lelah dan asal jawab.
b. Respon berdasarkan rating
Pada teknik rating ini, responden diminta menunjukkan tingkat kesukaannya (degree of preference) terhadap pilihan yang ada dengan menggunakan skala tertentu. Misalnya skala 1 – 10 dimana 1 = menunjukkan sangat tidak disukai, 5 = sama saja dan 10 sangat disukai. Respon selanjutnya dianalisa dengan menggunakan operasi aritmetik biasa (hitungan rata-rata, rasio, dsb). Untuk dua pilihan A atau B, Respon bisa juga diekspresikan dalam bentuk pilihan 1 – 5 dimana 1= pasti memilih A, 2 = mungkin memilih A, 3 = tidak tahu, 4 = mungkin memilih B dan 5 = pasti memilih B. Kelima pilihan ini kemudian ditransformasikan kedalam bentuk probabilitas (misal skor 1 = 0,1, skor 3 = 0,5 dan skor 5 = 0,9) yang akan digunakan untuk menyusun model regresi linear berganda. Hal ini telah dilakukan oleh Yosritzal et.al. (2001) dalam penelitian tingkat kebutuhan taksi di Bandung.
c. Respon berupa pilihan
Responden diminta menentukan pilihannya terhadap beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Pilihan ini dapat juga diperluas dalam bentuk skala rating. Agar lebih sesuai dengan kenyataan, biasanya ditambahkan opsi “tidak satupun dari pilihan diatas” untuk menghindari pemaksaan pilihan.
A
Sifat utama dari teknik stated preference adalah sebagai berikut :
a. Stated Preference didasarkan pada pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.
b. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai ‘paket’ dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway dan lain-lain.
c. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi; ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (experimental design).
d. Alat interview (kuesioner) harus memberikan alternatif hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan masuk akal.
e. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan (option) dengan melakukan rangking, rating dan pilihan pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok pernyataan.
f. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara kuantitatif mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut.

Kamis, April 9

THE BENEFITS OF TRANSIT-ORIENTED DEVELOPMENT


Transit-oriented development (TOD) is higher density, mixed-use development centered on some sort of public transport. It features walk-able design with an emphasis on multi-modal access and reduced parking.
The benefits of TOD include better mobility, reduced car traffic, reduced household spending on transportation, healthier lifestyles, lower pollution, higher foot-traffic for commercial businesses and decreased suburban sprawl.
TOD is as old as time. In today’s era, we need to stay focused on bringing quality development and infrastructure improvements where permanent transit access spurs the demand. In the meantime, supporting multi-modal transportation in your community can help to encourage the improvements that we all value.
§  TOD can improve public health. A community with a strong and dependable transit system and streetscaping elements can discourage vehicle dependence and congestion. A TOD community is thought to improve community health and even reduce obesity. A research article titled The Effect of Light Rail Transit on Body Mass Index and Physical Activity found that commuters who took a newly installed train were about 6.45 pounds lighter than those who continued driving to work.
§  TOD can create a more sustainable community. The Center for Transit-Oriented Development reported in Planning for TOD at the Regional Scale that transportation contributes about 28 percent of all greenhouse gas (GHG) emissions. However, TOD has the potential to reduce annual GHG.
§  TOD can strengthen local economies. Improving local public transit can cut vehicle transportation costs and time spent on commuting. With reduced commuting times and costs, people will be able to spend their time and money at restaurants, shops, and museums in the local area. The Center for Transit-Oriented Development reports that a compact community with a strong transit system can create jobs and also attract a young, innovative talent pool.
§  A community with TOD elements costs less than suburban sprawl. Sprawl development is costly because it requires the expansion of public infrastructure and utilities. TOD promotes a compact community and uses existing infrastructure. A transit-dependent community saves money on repairing infrastructure as vehicle use decreases.

Rabu, April 8

Differences Between Car Sharing, Ride Sharing, and Ride Hailing

Car Sharing
First things first, car sharing is a form of car rental. Nevertheless, what makes car sharing different from traditional car rental is that it is primarily designed for the convenience of people who wish to rent cars for as long as needed – at any hour, not just business hours – and subsequently pay according to the duration of usage – usually by the minute, hour, or day.
Aside from that, car sharing is a great alternative to owning a car. To kick-start your car sharing experience, ideally, all that is required is signing up for a membership and pay a one-time or annual fee for the privilege of being able to make reservations anytime you need.
Car sharing can take a couple of forms. One is the free-floating car sharing system, like Car2Go and Zipcar. Essentially, users can find, book, and unlock a car via the smartphone app and proceed to drive around paying by the minute or hour. When done, simply park the car inside any operating area, even if it’s miles away from the pick-up point.
Here at GoCar, we apply the point-to-point car sharing system. For a start, users will be able book a car and pick it up from the designated parking space at one of our many locations, then proceed to drive around paying by the hour or day, and finally bring it back to the very same parking space. Here’s how it works:
i) Book a car for the duration you need at your preferred location via our app.
ii) Launch our app to begin your reservation and unlock the car by following the simple steps.
iii) Use the pin code provided to unlock the keybox in the glove compartment.
iv) Kick-start your journey. Don’t forget to return the car on time. You can also easily extend your trip via our app.
Ride Sharing
In essence, ride sharing is sharing spare seats in a car with those who are heading the same way, either on a one-off or regular basis; and this can be to and/or from anywhere.
Normally, in any ride sharing scenario, there may be money-exchange involved, alteration in driving arrangements, or it can be conducted simply as a charity of good will. To an extend, it may also be intended for the sake of a societal mission – increased mobility, environmental friendliness, and cost-saving.
To many of us, the term ‘ride sharing’ is known to be a synonym for ‘carpooling’. Such is the case if you were to hop into your neighbour’s car every morning to head to work together, because both of your offices are nearby. Ergo, it makes much more sense for the two of you to share a ride than to individually drive on your own to your respective workplace. After all, you’re both heading in the same direction.
Similarly, if you and your colleagues were planning to go out for lunch a wee bit further than the usual – which would require some distance of driving – wouldn’t it be wiser if everyone were to get into just one car rather than each one driving to and fro for themselves?
Well, that would be the simplest way of seeing what’s ride sharing or carpooling is all about. Having said that, there’s also the idea of ‘ride sharing’ going hand-in-hand with ‘ride hailing’ – if you have heard of GrabShare or uberPOOL (currently not implemented in Malaysia) before. Let’s get into that right after we cover what ‘ride hailing’ actually means.
Ride Hailing
Now, no doubt ride hailing is the one most of you have probably heard of – or even consumed, compare to the previous two services.
For a start, a ride hailing service encompasses a range of companies and services – including traditional taxis and car services. The underlying idea of ride hailing is that a customer temporarily hires a driver to take him/her exactly where he/she needs to go.
The old-school method of accomplishing this would be done via summoning a taxi by the streets, or even calling up for taxi service or personal driver on the phone. Nonetheless, in this digital age, we are able to virtually hail a car with a driver through an app on our smartphones with such ease.
Grab and Uber are the two major ride hailing platforms here in Malaysia, that operates at a fixed-fare rate. For the benefit of the doubt, a fixed-fare rate differs from the traditional metered-fare commonly practiced by taxis. Thus, an upfront fixed-fare will be determined for your trip as you insert your pick-up point and destination. As a result, you won’t be dealing with any surcharges on the time and distance.
What’s more, the process of hailing a ride via the app on the smartphone is rather elementary and easily accessible to anyone with a smartphone.
Firstly, you will need to download the app on your smartphone, and so does the driver on his/her end. Then, register an account with your personal details and payment info – if you would like to use your credit/debit card rather than paying by cash – as you open the app. Next, insert your pick-up location and your destination, and then proceed to hail a ride.
Subsequently, a driver nearby will answer to that request in his/her own personal car. In the end, when the ride is over and you’ve reached your destination, you pay either in cash or via credit/debit card – according to your choice of payment method during the booking.
Now that we’ve covered what ride hailing is all about, let’s go back to the concept of ride sharing + ride hailing. In short, this scenario acts as a carpooling service that matches one party with another party under one driver in a car, heading in the same direction – for a lower fare.