Sabtu, Maret 7

Joseph Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI



Joseph Kardinal Ratzinger akhirnya terpilih sebagai Paus ke-265, pengganti Yohanes Paulus II yang meninggal pada 2 April 2005. Sungguh sebuah kejutan karena konklaf (sidang 115 kardinal untuk memilih Sri Paus baru) berlangsung sangat singkat.

Dalam waktu kurang dari dua hari para "pangeran" Gereja Katolik itu sudah mengumumkan, "Habemus Papam! Kami telah memilih Paus baru!"

Asap putih dari cerobong Kapel Sistina di Kota Vatikan langsung mengepul, dan tak lama kemudian Kardinal Joseph Ratzinger muncul di depan ribuan jemaat yang sudah menunggu di lapangan Santo Petrus. Paus berusia 78 tahun asal Jerman ini (lahir 16 April 1927) ini memilih nama Paus Benediktus XVI. Nama yang dipilih Kardinal Ratzinger, Paus Benediktus, ini juga mengejutkan dan agak "asing" di telinga umat Katolik masa kini.

Bagaimana tidak. Paus yang terakhir kali memakai nama Benediktus adalah Kardinal Giacomo della Chiesa (Genoa, Italia) pada 1914-1922, Paus Benediktus XV. Kenapa kok bukan Yohanes Paulus III (seperti diperkirakan banyak orang, penerus Yohanes Paulus II), Yohanes XXIV (penerus Yohanes XXIII), atau Paulus VII (penerus Paulus VI)? Tak jelas.

Pemilihan nama memang diserahkan sepenuhnya kepada Kardinal Ratzinger yang terpilih dalam sidang konklaf tercepat dalam satu abad terakhir itu.

Kejutan lain, Kardinal Ratzinger menjadi Paus tertua dalam 275 tahun terakhir. Dia juga merupakan Paus pertama asal Jerman dalam hampir seribu tahun terakhir. Selain mendiang Paus Yohanes Paulus II yang asal Polandia, seperti diketahui, selama ini pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia itu berasal dari Italia.

Di luar beberapa keunikan tadi, kalau dicermati secara saksama, terpilihnya Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI sebetulnya sudah bisa diperkirakan jauh-jauh hari. Mungkin baru kali inilah, kardinal yang dijagokan akhirnya keluar sebagai Paus.

Pada konklaf sebelumnya, siapa yang menyangka kalau Karol Wojtyla bakal menjadi Paus Yohanes Paulus II? Albino Luciani menjadi Paus Yohanes Paulus I? Dus, konklaf yang tidak mengejutkan pada 18 April 2005 justru merupakan kejutan tersendiri di abad ini.

Begitu cepatnya konklaf berlangsung (dulu pernah satu bulan, bahkan tiga bulan) mengisyaratkan bahwa 115 kardinal dari 52 negara, termasuk Kardinal Julius
Darmaatmadja (Indonesia), tak banyak berbeda pendapat. Mayoritas kardinal tampaknya jauh-jauh hari mengincar "kardinal panser" sebagai pengganti Yohanes Paulus II.

Hanya dalam satu dua ronde, suara para kardinal langsung megerucut ke satu nama, Ratzinger, dan konklaf pun rampung.

Kenapa harus Kardinal Ratzinger? Beliau sangat dekat dengan almarhum Paus Yohanes Paulus II, khususnya sejak Konsili Vatikan II (1962-65). Keduanya dikenal sebagai tokoh penting di balik lahirnya dokumen-dokumen penting konsili yang mengubah wajah Gereja Katolik. Bersama Karol Wojtyla, Ratzinger berhasil melahirkan dokumen-dokumen luar biasa seperti Nostra Aetate yang berisi pandangan positif gereja terhadap agama-agama lain. Sikap positif terhadap Islam tertulis eksplisit di Nostra Aetate.

Karena itu, hubungan antara Karol Wojtyla dan Joseph Ratzinger memang sudah dekat sejak awal 1960-an. Ketika Karol terpilih sebagai Paus Yohanes Paulus II pada 1978, Kardinal Ratzinger dipanggil untuk membantu sang sahabat di Takhta Suci, Vatikan, sebagai Kongregasi Doktrin Iman. Jabatan ini sangat penting dan menentukan ajaran-ajaran resmi Gereja Katolik.

Boleh dikata, Kardinal Ratzinger merupakan tangan kanan Paus Yohanes Paulus II.
Menurut Pastor Alex Susilo Wijaya SJ dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), sejak belasan tahun terakhir, ketika kondisi fisik Sri Paus menurun, Kardinal Ratzinger-lah yang banyak berperan di balik layar dalam penyusunan dokumen-dokumen resmi gereja.

Peranan Ratzinger memang sangat menonjol, dan bisa dilihat langsung di berbagai kesempatan. Jangan heran, ketika sahabatnya, Paus Yohanes Paulus II, wafat pada 3 April 2005 Kardinal Ratzinger langsung dipercaya sebagai ketua dewan kardinal. Dialah yang memimpin perayaan ekaristi sekaligus prosesi pemakamaman Sri Paus, yang diikuti 200-an pemimpin negara-negara di dunia.

Dari sini bisa dibaca bahwa terpilihnya Ratzinger sebagai Paus ke-265 merupakan keinginan peserta konklaf agar ajaran-ajaran dan kebijakan Paus Yohanes Paulus II diteruskan, diperluas, dikembangkan. Dari 115 kardinal peserta konklaf, Kardinal Ratzinger jelas merupakan pilihan paling tepat. Tak heran, dalam misa pertama sebagai Sri Paus, Kardinal Ratzinger alias Paus Benediktus XVI berkali-kali merujuk pada pendahulunya yang baru saja dimakamkan 8 April 2005.

Sri Paus asal Jerman ini menegaskan bahwa ia ingin melanjutkan "dialog yang terbuka dan tulus" seperti yang sudah dirintis Paus Yohanes Paulus II selama 26 tahun. Amanat Konsili Vatikan II, yang antara lain digarapnya bersama almarhum Yohanes Paulus II, akan dilanjutkan. Dan, tak kalah penting adalah gerakan ekumene alias reunifikasi gereja-gereja dari berbagai denominasi. Semua program Paus Benediktus XVI sejatinya sama dengan pendahulunya dari Polandia itu.

"Seperti Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI ini Paus yang konservatif dalam arti positif. Dan semua Paus memang harus konservatif karena tugasnya menjaga nilai-nilai moral dan martabat manusia. Jadi, nggak bisa Paus yang jingkrak-jingkrak," kata Pastor Alex Wijaya dari KWI kepada saya.


Namun, bagaimanapun juga semua Paus itu dalam sejarahnya selalu unik. Namanya manusia, ada plus-minusnya masing-masing. Yohanes Paulus II adalah Paus yang naik takhta dalam usia sangat muda, 58 tahun, di masa perang dingin yang begitu mencekam. Dengan energi mudanya, almarhum melanglang buana ke berbagai negara, bertemu dengan berbagai manusia yang berbeda-beda bangsa, bahasa, agama, sistem politik, dan sekat-sekat lainnya.

Sementara usia Paus Benediktus XVI sudah mendekati 80 tahun, sehingga bisa dipastikan tak akan sedinamis Yohanes Paulus II. Masa kepausannya pun niscaya dibatasi oleh usia dan kondisi fisik. "Seperti bunga. Bentuk dan warnanya macam-macam, tapi sama-sama indah. Sejak dulu semua Paus itu unik, punya peran sendiri-sendiri," kata Pastor Alex Wijaya SJ.

So? Kita tunggu saja kiprah Benediktus XVI! Meski sangat dekat dengan mendiang Paus Yohanes Paulus II, jelas ia tak ingin menjadi fotokopi pendahulu dan sahabatnya itu, terbukti dari nama Bendektus XVI dan bukan Yohanes Paulus III yang dipilih. "Keabotan," kata orang Jawa.

Habemus Papam! Viva il Papa!