Di saat Mahmoud Abbas berupaya
untuk mencari dukungan diplomatik dari negara-negara anggota Organisasi Kerja
Sama Islam (OKI), pemimpin Hamas justru sempat menyerukan ajakan untuk
melakukan Intifada jilid tiga.
Hamas, partai politik yang
disebut sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Amerika Serikat, memang
memiliki ideologi yang berbeda dengan Fatah, partai yang menaungi Abbas.
Layaknya partai politik di negara lain, keduanya juga selalu bersaing untuk
menjadi pihak dominan di Palestina.
Namun, situasi di Palestina
jauh lebih sensitif dari kebanyakan negara sehingga perbedaan langkah keduanya
bisa sangat berpengaruh terhadap nasib Palestina secara umum. Berikut ini
adalah informasi yang perlu kamu tahu tentang faksi-faksi di Palestina
tersebut:
1. Fatah
Dibentuk pada akhir 1950-an oleh diaspora Palestina di Kuwait, Fatah adalah
kependekan dari Harakat al-Tahrir al-Filistiniya atau Gerakan
Nasional Pembebasan Palestina. Fatah sendiri dalam Bahasa Arab berarti
menaklukkan.
Awalnya, Fatah berambisi untuk mendirikan negara Palestina menggunakan
senjata melawan Israel. Sayap militer utamanya adalah Al-Asifah atau Sang
Badai. Selain berada di Jalur Gaza dan Tepi Barat, Al-Asifah juga memiliki
basis di sejumlah negara Arab.
Salah satu tokoh populer Fatah
adalah Yasser Arafat. Ia menjadikan
Fatah sebagai partai politik dominan di Palestina. Setelah bertahun-tahun
menggunakan kekerasan, Fatah akhirnya bersedia untuk menempuh jalur diplomatik
dan bernegosiasi dengan Israel.
Saat menguasai Palestina pada awal 1990-an, Arafat mengakui Israel sebagai
negara. Meski begitu, ia juga masih memperjuangkan agar Palestina mendapat
status yang sama dan kedua negara bisa hidup berdampingan seperti yang
tercantum dalam two-state solution yang didukung oleh PBB. Saat ini,
pada praktiknya, Fatah menguasai Tepi Barat.
2. Hamas
Hamas sendiri adalah kependekkan dari Harakat al-Muqawamah al-Islammiya
atau Gerakan Perlawanan Islam. Hamas sendiri
berarti semangat untuk mencapai sebuah tujuan.
Didirikan setelah Intifada pertama di Gaza pada 1987, Hamas juga
bercita-cita untuk mendirikan negara Palestina. Di awal mereka berdiri,
Ikhwanul Muslimin di Mesir menjadi satu organisasi yang sangat dekat dengan
Hamas.
Popularitas Hamas juga meningkat pesat karena menyediakan bantuan-bantuan
sosial kepada warga Palestina. Hamas pertama kali mendeklarasikan diri sebagai
partai politik pada 2005 dan memenangkan pemilu setahun setelahnya dengan
mengalahkan Fatah yang sudah dipimpin oleh Abbas.
Sejak saat itu, Hamas adalah pihak yang pada praktiknya menguasai Jalur
Gaza. Mereka pun menempuh jalur militer untuk melawan Israel. Perbedaan
mendasar Hamas dan Fatah adalah bahwa Hamas benar-benar menganggap keberadaan
Israel itu ilegal.
3. Palestinian Liberation
Organization (PLO)
PLO atau Organisasi Pembebasan
Palestina adalah sebuah badan perwakilan warga Palestina yang menjalankan
pemerintahan yang disebut Palestinian National Authority atau Otoritas
Palestina (PA). PLO dibentuk oleh Liga Arab pada 1964 untuk merespons
tren radikalisme militan melawan Israel.
Sejak awal berdiri,
lembaga yang terdiri dari partai politik, mahasiswa, hingga buruh
ini dikuasai oleh Fatah. Kekuasaan mereka di Palestina akhirnya
menurun setelah Hamas, yang bukan anggota PLO, memenangkan pemilu 2006 dan
memerintah di Jalur Gaza. Sikap politik PLO pun secara umum mengikuti posisi
yang diambil oleh Fatah.
4. Palestinian National Authority (PA)
PA merupakan pemerintahan
semi-otonom yang mengurusi Palestina, meski pada praktiknya hanya terjadi di
Tepi Barat. Mahmoud Abbas saat ini
adalah presiden PA dan menjadi pemimpin delegasi Palestina di berbagai forum
internasional. Dengan kata lain, Abbas bernegosiasi dengan negara lain atas
nama warga Palestina.
Hubungan PA sendiri terbilang tidak baik dengan Hamas meski keduanya punya
tujuan yang sama: berdirinya Palestina yang merdeka dan berdaulat. Oslo
Accords yang ditandatangani oleh Yasser Arafat memberikan Israel kontrol penuh
atas perekonomian, keamanan, dan hak-hak sipil Paalestina di sebagian besar
Tepi Barat.
Hamas memandang ini adalah bentuk pengkhianatan Fatah terhadap warga
Palestina karena mau bekerja sama dengan Israel. Fatah, atau dalam hal ini
Abbas, tidak bisa mengambil risiko untuk menuruti permintaan Hamas karena
khawatir akan serangan balasan dari Israel.
"PA
tidak percaya pada legitimasi militer Hamas. Ini artinya PA ingin mengakhiri
perlawanan di Gaza dan Hamas menolak itu. Dan jika Fatah menerima perlawanan
mereka, Israel akan menempuh langkah-langkah tertentu melawan PA," kata
Abdulsattar Qassem, seorang analis politik, kepada Al Jazeera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar