Sabtu, Maret 7

Joseph Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI



Joseph Kardinal Ratzinger akhirnya terpilih sebagai Paus ke-265, pengganti Yohanes Paulus II yang meninggal pada 2 April 2005. Sungguh sebuah kejutan karena konklaf (sidang 115 kardinal untuk memilih Sri Paus baru) berlangsung sangat singkat.

Dalam waktu kurang dari dua hari para "pangeran" Gereja Katolik itu sudah mengumumkan, "Habemus Papam! Kami telah memilih Paus baru!"

Asap putih dari cerobong Kapel Sistina di Kota Vatikan langsung mengepul, dan tak lama kemudian Kardinal Joseph Ratzinger muncul di depan ribuan jemaat yang sudah menunggu di lapangan Santo Petrus. Paus berusia 78 tahun asal Jerman ini (lahir 16 April 1927) ini memilih nama Paus Benediktus XVI. Nama yang dipilih Kardinal Ratzinger, Paus Benediktus, ini juga mengejutkan dan agak "asing" di telinga umat Katolik masa kini.

Bagaimana tidak. Paus yang terakhir kali memakai nama Benediktus adalah Kardinal Giacomo della Chiesa (Genoa, Italia) pada 1914-1922, Paus Benediktus XV. Kenapa kok bukan Yohanes Paulus III (seperti diperkirakan banyak orang, penerus Yohanes Paulus II), Yohanes XXIV (penerus Yohanes XXIII), atau Paulus VII (penerus Paulus VI)? Tak jelas.

Pemilihan nama memang diserahkan sepenuhnya kepada Kardinal Ratzinger yang terpilih dalam sidang konklaf tercepat dalam satu abad terakhir itu.

Kejutan lain, Kardinal Ratzinger menjadi Paus tertua dalam 275 tahun terakhir. Dia juga merupakan Paus pertama asal Jerman dalam hampir seribu tahun terakhir. Selain mendiang Paus Yohanes Paulus II yang asal Polandia, seperti diketahui, selama ini pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia itu berasal dari Italia.

Di luar beberapa keunikan tadi, kalau dicermati secara saksama, terpilihnya Ratzinger sebagai Paus Benediktus XVI sebetulnya sudah bisa diperkirakan jauh-jauh hari. Mungkin baru kali inilah, kardinal yang dijagokan akhirnya keluar sebagai Paus.

Pada konklaf sebelumnya, siapa yang menyangka kalau Karol Wojtyla bakal menjadi Paus Yohanes Paulus II? Albino Luciani menjadi Paus Yohanes Paulus I? Dus, konklaf yang tidak mengejutkan pada 18 April 2005 justru merupakan kejutan tersendiri di abad ini.

Begitu cepatnya konklaf berlangsung (dulu pernah satu bulan, bahkan tiga bulan) mengisyaratkan bahwa 115 kardinal dari 52 negara, termasuk Kardinal Julius
Darmaatmadja (Indonesia), tak banyak berbeda pendapat. Mayoritas kardinal tampaknya jauh-jauh hari mengincar "kardinal panser" sebagai pengganti Yohanes Paulus II.

Hanya dalam satu dua ronde, suara para kardinal langsung megerucut ke satu nama, Ratzinger, dan konklaf pun rampung.

Kenapa harus Kardinal Ratzinger? Beliau sangat dekat dengan almarhum Paus Yohanes Paulus II, khususnya sejak Konsili Vatikan II (1962-65). Keduanya dikenal sebagai tokoh penting di balik lahirnya dokumen-dokumen penting konsili yang mengubah wajah Gereja Katolik. Bersama Karol Wojtyla, Ratzinger berhasil melahirkan dokumen-dokumen luar biasa seperti Nostra Aetate yang berisi pandangan positif gereja terhadap agama-agama lain. Sikap positif terhadap Islam tertulis eksplisit di Nostra Aetate.

Karena itu, hubungan antara Karol Wojtyla dan Joseph Ratzinger memang sudah dekat sejak awal 1960-an. Ketika Karol terpilih sebagai Paus Yohanes Paulus II pada 1978, Kardinal Ratzinger dipanggil untuk membantu sang sahabat di Takhta Suci, Vatikan, sebagai Kongregasi Doktrin Iman. Jabatan ini sangat penting dan menentukan ajaran-ajaran resmi Gereja Katolik.

Boleh dikata, Kardinal Ratzinger merupakan tangan kanan Paus Yohanes Paulus II.
Menurut Pastor Alex Susilo Wijaya SJ dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), sejak belasan tahun terakhir, ketika kondisi fisik Sri Paus menurun, Kardinal Ratzinger-lah yang banyak berperan di balik layar dalam penyusunan dokumen-dokumen resmi gereja.

Peranan Ratzinger memang sangat menonjol, dan bisa dilihat langsung di berbagai kesempatan. Jangan heran, ketika sahabatnya, Paus Yohanes Paulus II, wafat pada 3 April 2005 Kardinal Ratzinger langsung dipercaya sebagai ketua dewan kardinal. Dialah yang memimpin perayaan ekaristi sekaligus prosesi pemakamaman Sri Paus, yang diikuti 200-an pemimpin negara-negara di dunia.

Dari sini bisa dibaca bahwa terpilihnya Ratzinger sebagai Paus ke-265 merupakan keinginan peserta konklaf agar ajaran-ajaran dan kebijakan Paus Yohanes Paulus II diteruskan, diperluas, dikembangkan. Dari 115 kardinal peserta konklaf, Kardinal Ratzinger jelas merupakan pilihan paling tepat. Tak heran, dalam misa pertama sebagai Sri Paus, Kardinal Ratzinger alias Paus Benediktus XVI berkali-kali merujuk pada pendahulunya yang baru saja dimakamkan 8 April 2005.

Sri Paus asal Jerman ini menegaskan bahwa ia ingin melanjutkan "dialog yang terbuka dan tulus" seperti yang sudah dirintis Paus Yohanes Paulus II selama 26 tahun. Amanat Konsili Vatikan II, yang antara lain digarapnya bersama almarhum Yohanes Paulus II, akan dilanjutkan. Dan, tak kalah penting adalah gerakan ekumene alias reunifikasi gereja-gereja dari berbagai denominasi. Semua program Paus Benediktus XVI sejatinya sama dengan pendahulunya dari Polandia itu.

"Seperti Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI ini Paus yang konservatif dalam arti positif. Dan semua Paus memang harus konservatif karena tugasnya menjaga nilai-nilai moral dan martabat manusia. Jadi, nggak bisa Paus yang jingkrak-jingkrak," kata Pastor Alex Wijaya dari KWI kepada saya.


Namun, bagaimanapun juga semua Paus itu dalam sejarahnya selalu unik. Namanya manusia, ada plus-minusnya masing-masing. Yohanes Paulus II adalah Paus yang naik takhta dalam usia sangat muda, 58 tahun, di masa perang dingin yang begitu mencekam. Dengan energi mudanya, almarhum melanglang buana ke berbagai negara, bertemu dengan berbagai manusia yang berbeda-beda bangsa, bahasa, agama, sistem politik, dan sekat-sekat lainnya.

Sementara usia Paus Benediktus XVI sudah mendekati 80 tahun, sehingga bisa dipastikan tak akan sedinamis Yohanes Paulus II. Masa kepausannya pun niscaya dibatasi oleh usia dan kondisi fisik. "Seperti bunga. Bentuk dan warnanya macam-macam, tapi sama-sama indah. Sejak dulu semua Paus itu unik, punya peran sendiri-sendiri," kata Pastor Alex Wijaya SJ.

So? Kita tunggu saja kiprah Benediktus XVI! Meski sangat dekat dengan mendiang Paus Yohanes Paulus II, jelas ia tak ingin menjadi fotokopi pendahulu dan sahabatnya itu, terbukti dari nama Bendektus XVI dan bukan Yohanes Paulus III yang dipilih. "Keabotan," kata orang Jawa.

Habemus Papam! Viva il Papa!

Sabtu, Februari 14

Companion to East Timor, The Visit of Pope John Paul II



Pope John Paul II visited East Timor on 12 October 1989. He was the only head of state to visit the territory during the occupation. The Pope's visit carried some risk to the Indonesian authorities, but it offered a potentially huge diplomatic payoff: a successful visit would be the first step in winning international recognition without having to carry out a vote on self-determination. The Indonesians also believed that the devoutly Catholic population of East Timor might be swayed by a papal endorsement of the annexation.
The Indonesian military took direct control of the organisation of the Pope's visit. The East Timorese, for their part, understood what was at stake, writing to the Pope to warn that it might constitute a formal act of recognition. The East Timorese clergy insisted that the Pope say Mass in Tetum, not Bahasa Indonesia. The Vatican envoy preparing the Pope's visit, Father Tucci, suggested a compromise of Latin, with a few sentences in Tetum, and arranged for a short meeting between the Pope and a group of local priests during the visit. While this was going on, the Vatican continued to downplay the political significance of the visit but affirmed that it did not recognise the Indonesian annexation, and would not for as long as East Timor remained on the UN list of non-autonomous territories.
When the Pope arrived at Dili's Comoro airport, he disappointed many East Timorese by not kissing the ground there. The Papal Mass was held at Taci-Tolu, a plain 17 kilometres west of Dili. The location was selected by the Indonesian military. According to one account, it was chosen because it had 'only two entrances, from the west and from the east, so it was easy for the Indonesians to control access.' The Indonesian military had often used Taci-Tolu as an execution site for opponents of integration. The Pope spoke in English, and told the Timorese that 'for many years now, you have experienced destruction and death as a result of conflict; you have known what it means to be the victims of hatred and struggle. Many innocent people have died, while others have been prey to retaliation and revenge… I pray that those who have responsibility for life in East Timor will act with wisdom and goodwill toward all… Your land is much in need of Christian healing and reconciliation.' While quite a few commentators at the time criticized his call for reconciliation as an appeal to the East Timorese to reconcile with their oppressors and give up their struggle, in truth he 'was addressing an urgent and fundamental need for (political) unity, realizing that this would remain unattainable unless the bitter divisions of the past were acknowledged and overcome.' A demonstration broke out at the front of the congregation as the Mass was coming to a close. The inevitable police crackdown followed. 



















source : https://www.unsw.edu.au/

Rabu, Januari 14

Paus Yohanes Paulus II Berkunjung Ke Indonesia (1989)



“Masa Depan Dimulai Hari Ini,Bukan Besok!” — Yohanes Paulus II —
Ada lima tempat yang dikunjungi Paus Yohanes Paulus II (almarhum) pada 1989, yakni Jakarta, Jogjakarta, Flores (Maumere), Medan, dan Timor Timur. Waktu itu Timtim masih menjadi bagian dari Indonesia. Kunjungan ke Flores paling heboh dan unik.
Presiden Soeharto berserta menteri-menteri ‘Kabinet Pembangunan’ plus ABRI saat itu agak ketar-ketir dengan rencana Paus Yohanes Paulus II menginap satu malam di Maumere, Flores. Bukan apa-apa. Pemerintah RI khawatir dengan keselamatan Sri Paus, yang nota bene Very-Very Important Person (VVIP).
Kenapa harus di Flores? Kenapa tidak menginap di Jakarta atau Denpasar saja? Lagi pula, Flores tidak punya hotel yang layak untuk menampung Sri Paus beserta rombongan besar. Jangankan hotel berbintang, mencari hotel melati di Flores dan tempat-tempat lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya sangat sulit.
Tapi, Sri Paus asal Polandia ini, melalui Duta Besar Vatikan di Jakarta, menegaskan, tetap akan tinggal satu malam di ‘pulau bunga’ Flores. Kabarnya, ia ingin melihat dari dekat situasi umat Katolik di sana yang populasinya di atas 90 persen.
Di Flores, khususnya Kabupaten Sikka, juga ada dua seminari tinggi yang sangat terkenal: Seminari Tinggi Ledalero dan Seminari Tinggi Ritapiret. Ledalero menjadi tempat penggodokan para pastor Societas Verbi Divini (SVD) yang berorientasi internasional, dengan moto ‘dunia adalah paroki kami’. Ritapiret menjadi tempat pembibitan para iman praja yang akan berkarya di wilayah Gereja Nusa Tenggara.
Nah, Sri Paus ingin merasakan langsung suasana seminari alias Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) di Flores itu. “Ini yang membuat beliau ngotot menginap di Flores, selain karena umat Katolik di Flores memang mayoritas. Sebagai gembala, dia ingin mengenal dari dekat domba-dombanya,” ujar Pastor Antonius Waget SVD, alumnus Seminari Tinggi Ledalero.
Singkat cerita, sebulan sebelum kunjungan bersejarah ke Flores itu kawasan seminari ‘disterilkan’ oleh aparat keamanan dari Jakarta. Kamar-kamar seminari ditata sedemikian rupa untuk menyambut Bapa Suci yang juga kepala negara Kota Vatikan itu. Kamar-kamar seminari direnovasi total agar layak didiami Sri Paus dan ratusan anggota rombongan. “Sibuk luar biasa waktu itu,” kenang Anton Waget.
Seminggu sebelum hari-H, ratusan warga Flores dari lima kabupaten (Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur) sudah bergerak ke Maumere. Asal tahu saja, jalan raya di sepanjang Flores (trans-Flores) saat itu sangat buruk dan sempit.
Jarak Larantuka (Flores Timur) ke Maumere yang ‘hanya’ 136 kilometer makan waktu delapan hingga sembilan jam. Jika mogok di jalan, bisa lebih lama lagi. Tapi, begitulah, pekan pertama Oktober 1989 itu warga Flores rela bolos atau tidak bekerja agar bisa mengikuti misa agung di Maumere.
Seperti di Jogjakarta dan Medan, misa di Flores pun sangat kental dengan nuansa inkulturasi. Umat dari lima kabupaten seakan-akan berlomba untuk menampilkan
tari-tarian dan musik tradisional untuk Sri Paus. “Kunjungan yang mengesankan,” ujar Paus Yohanes Paulus II.
Ada lagi cerita ringan di balik kunjungan ke Flores. Kebetulan di sana ada Prof Dr Josef Glinka SVD, pastor dan antropolog asal Polandia, satu negara dengan Sri Paus. Pater Glinka, yang kini pindah ke Surabaya dan menjadi guru besar antropologi di Universitas Airlangga, kebagian tugas khusus.
Selain mendampingi dan menjadi penerjemah Sri Paus dalam bahasa Polandia — meski Sri Paus yang satu ini poliglot (menguasai banyak bahasa) — Glinka berperan sebagai konsultan bagi penyedia masakan bagi Sri Paus.
Asal tahu saja, selain pakar antropologi ragawi, Pater Glinka punya hobi memasak di dapur. Sebagai warga Polandia, tentu saja Pater Glinka tahu persis makanan kegemaran Sri Paus. Menurut dia, Paus Yohanes Paulus II sebenarnya tidak rewel dalam soal makanan. Karena itu, ketika berada dua hari di Flores tidak ada persoalan serius. Sri Paus tetap sehat dan melanjutkan perjalanan ke Timor Timur.
Status Timtim di dunia internasional pada 1989 belum jelas. Secara de facto Timtim diklaim sebagai provinsi ke-27 Indonesia karena ‘berintegrasi’ pada 1976. Namun, di sisi lain Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan dunia internasional tidak mengakuinya. Vatikan sendiri pun masih menganggap Timtim sebagai wilayah yang belum punya pemerintahan sendiri.
Konsekuensinya, Keuskupan Dili yang dipimpin Mgr Carlos Filipe Ximenes Bello (waktu itu) tidak masuk Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Kalaupun Mgr Bello kerap mengikuti acara-acara KWI di Jakarta, misalnya, statusnya hanyalah ‘peninjau’.
Nah, karena itu, kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Timtim punya implikasi politik luar biasa. Pemerintah RI jelas berkepentingan agar Sri Paus menggunakan forum kunjungan ini untuk mengakui status Timtim sebagai bagian dari NKRI. Paus Yohanes Paulus II tentu saja tak ingin terjebak dalam perangkap politik. Dengan cerdik, Vatikan menyebut kunjungan ini hanyalah kunjungan pastoral biasa.
Dan, dalam misa di Dilli Sri Paus bersikap netral. Tak ada pernyataan politik yang bersifat pro atau kontra kemerdekaan Timor Timur. Sri Paus hanya meminta agar semua pihak menghormati hak-hak asasi manusia, menghormati kehidupan, memajukan keadilan dan perdamaian. Isi khotbah normatif yang juga sering disampaikan di tempat-tempat lain di dunia.

Mgr Bello, yang oleh rezim Orde Baru sering dituduh ‘anti-integrasi’, pun berusaha meredam kecurigaan
pemerintahan Soeharto. Dia menegaskan, kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Timor Timur pada 1989 tak lebih sebagai kunjungan biasa seorang gembala kepada domba-dombanya. Bukankah Dioses (Keuskupan) Dilli langsung berada di bawah Vatikan?
Begitulah, dalam kenyataan, kiprah almarhum Karol Wojtyla (nama asli Paus Yohanes Paulus II) selama 26 tahun senantiasa mengandung dimensi politik baik langsung maupun tidak. Ini pulalah yang ia lakukan saat menghancurkan sistem komunisme di sejumlah negara Eropa.

Sabtu, Desember 27

TEORI ARSITEKTUR

TUGAS TEORI ARSITEKTUR 1
Disusun Oleh :FELICIANO XIMENES 21 08 1283
 TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA 2008-2009
TUGAS PRIBADI
PERGI UNTUK KEMBALI
Kata pertama yang ingin saya katakan adalah saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang sudah berkerja keras dengan saya untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas teori arsitektur ini. Sungguh merupakan sebuah kerja sama yang luar biasa. Di sini Saya ingin menceritakan sedikit tengtang pengalaman pribadi saya atau peran saya pada saat melakukan survei ke Kampung Kauman dengan tugas yang bisa saya anggap sebagai tugas berat ini.( Tugas Teori Arsitek 1)
Lagi, lagi dan lagi (seperti lagunya Andra and The Backbone) kami semua mahasiswa jurusan arsitektur UKDW angkatan 2008 di beri tugas kedua kalinya untuk pergi ke Kampung Kauman. Namun untuk kali ini kami (Archi’08) pergi ke kampung Tersebut bukan untuk meruang tetapi untuk mempelajari dan membuat Siquence dan Serial Vision.
pada hari pertama pada saat kami mau berangkat ke Kampung kauman kami sepakat untuk memakai transportasi umum yaitu trans Jogja. Setelah itu kami langsung menuju ke selter trans jogja di depan Rumah Sakit Umum Bethesda untuk segera melakukan perjalanan kami kesana,(kampung Kauman) dan pada Saat kami sampai di selter trans Jogja tersebut kami mendapat suatu hambatan yakni masalah keuangan karena pada saat itu jatuh pada akhir Bulan November, Tetapi dengan kekurangan dan kelebihan kami masing – masing, ada teman kami yang menyiapkan dana untuk berangkat ke Kampung Kauman. Setelah itu kami langsung berangkat ke sana( kampung Kauman), di situ kami turun di selter di Alun - Alun Utara. Setelah turun di selter tersebut kami pun sepakat untuk jalan kaki ke Kampung Kauman.
Dari semua pengalaman yang telah kami dapatkan di Kampung Kauman pada saat pertama kali kami kesana untuk meruang, disitu kami sudah tahu bahwa masyarakat di Kauman memiliki budaya yang masih sangat Islamik, Dari semua itu kami (kelompok Saya) pergi dengan tim atau kelampok saya untuk mempelajari tentang Siquence dan menbuat serial vision. Namun pada saat kami tiba di depan Gapura atau pintu masuk di Kampung kauman, kami belum langsung masuk kedalam Kampung tersebut karena kami masih membicarakan tengtang pembagian tugas di tim atau kelompok kami, pada saat itu juga Teman saya Yang bertindak Sebagai ketua kelompok,(Once) Dia membagikan tugas kepada kami(anggota kelompok) masing - masing sesuai dengan skill atau kemampuan apa yang telah kami miliki. Pada saat itu masih ada anggota kelompok atau anggota tim kami(anggota kelompok) yang tidak puas dengan pembagian hasil tersebut karena dia merasa dirinya tidak mampu untuk melakukan atau tidak puas dengan pembagian tugas tersebut. oleh karena itu kami pun mengalami masalah karena anggota kelompok saya ada yang tidak senang atau tidak puas dengan pembagian tugas tersebut. Namun dari semua kekurangan yang kami miliki di diri kami masing- masing kami pun siap untuk membuat atau melaksanakan tugas apa yang telah dibagikan kepada kami masing – masing, pada saat itu pun juga kami sepakat untuk membentuk sebuah tim atau kelompok yang kompak, dari situ kami(Anggota kelompok) memiliki tujuan yang satu yakni membuat siquence dan serial vision yang bagus dan bisa dimengerti, tetapi pada saat itu juga kami belum pahami semua tugas yang di berikan oleh dosen ( Bu Imelda) kepada kami.
Setelah kami mendapat tugas kami masing - masing, kami memutuskan untuk segera masuk dan melakukan survei di kampung tersebut, disitu kami melakukan tugas kami masing – masing, saya di beri tugas sebagai bagian pembuat Slide dalam bentuk Mikrosolf Powerpoint, tetapi saya juga tidak terlalu menguasai program tersebut, tetapi karena sudah mendapat tugas tersebut saya pun setuju untuk melakukan tugas tersebut dengan skill yang saya miliki, setelah itu kami pun masuk ke kampung Kauman, namun pada saat kami masuk pada pintu pertama atau setelah melewati gapura Kampung Kauman, kami mendapat suatu masalah yaitu tentang pemberian judul pada tugas kali ini, disana kami masing - masing anggota kelompok di tim kami memberi judul masing - masing, dari semua judul dari kami berenam, kami sepakat untuk memilih judul yang tertera diatas, yaitu Pergi Untuk Kembali, Alasan kami memilih judul tesebut karena Tujuan kami hanya satu yaitu sampai pada titik fokus kami, yaitu Mesjid Gedhe Kampung Kauman itu dan kembali kepada tempat pertama kali kami masuk yaitu gapura serta ketinggian mempengaruhi titik fokus.
Setelah kami mendapat judul tersebut kami pun berjalan lagi sedikit kedepan, disini saya berperang sebagai pembuat slide dlm bentuk mikrosolf Powerpoint dan bukan karena saya berperang sebagai pembuat slide jadi saya tidak membantu melakukan tugas survei, disitu saya juga membantu teman - teman saya untuk melakukan survei tersebut, ada beberapa tantangan yang kami hadapi dalam tugas kami masing - masing, misalnya pada tugas saya sebagai pembuat slide, saya mendapat masalah karena di kelompok kami hanya memiliki satu komputer namun itupun bukan komputer yang memiliki program yang bagus, dan pada saat pembuatan slide, kami pun mendapat lagi masalah yaitu ukuran foto yang sangat besar sehingga memiliki memori yang sangat besar, setelah itu saya dan kawan - kawan memilih untuk membuat slide yang sesederhana mungkin asal dapat dimengerti pada saat kami melakukan presentasi, disitu saya memilih gambar atau foto yang akan kami pakai pada slide tersebut, namun sebelum saya memilih foto tesebut saya meminta pendapat kepada angota kelompok saya, dari situ kami semua sepakat untuk memilih foto yang kami pakai. Pada saat itu saya langsung membuat slide dengan kemampuan atau skill yang saya miliki, setelah selesai membuat slide kami semua sepakat untuk mengoreksi slide tersebut. setelah kami mengoreksi slide tersebut masih banyak kesalah dalam slide tersebut, jadi saya langsung memperbaiki slide tersebut, sedikit demi sedikit masukan yang kami beri, kami tampun dan kami perbaiki slide tersebut. Setelah itu saya selesaikan tugas saya dengan berbagai masukan tersebut. Setelah selesai melakukan slide tersebut kami pun segera melihat ulang kembali lagi slide tersebut untuk kedua kalinya, namun masih tetap seperti yang pertama, masih ada kata – kata yang masih salah, oleh karena itu kami pun segera memperbaiki slide tersebut dengan penembahan sedikit kalimat yang kami tambahkan.
Pada waktu kami presentasi, kami tidak bisa mempresentasikan hasil presentasi tersebut karena waktu itu kami simpan file tersebut dalam bentuk mikrosolf powerpoint 2007, terpaksa kami harus mempresentasikan tugas kami secara manual. Namun dari semua itu, hasil presentasi kami masih berjalan lancar sesuai dengan yang kami harapkan meski masih ada sedikit kesalahan. Setelah selesai presentasi kami diberi tugas untuk masukan tugas tersebut kedalam CD, dan dikumpulkan, kami pun segera membahas dan menyelesaikan tugas yang di beri oleh Dosen kepada kami,setelah itu kami copy ke CD dan membuat lagi sebuah poster, disini saya sangat berperan karena ini adalah tugas pribadi saya dan saya harus mempertanggung jawabkan semua ini. Setelah saya copy ke dalam CD saya pun merasa sedikit lega karena tugas ini dapat saya selesaikan dalam beberapa hari.
Kesimpulannya, Dari semua yang telah saya bicarakan diatas dapat kita peroleh suatu pengetahuan bahwa peranan pribadi kita dalam sebuah tim itu sangat penting dan sangat di butuhkan, dan satu lagi adalah merupakan sebuah pengalaman tersendiri bagi kita. Namun bukan hanya itu saya juga, dari tugas ini juga saya dapat mengetahui bahwa ketinggian sebuah titik mempengaruhi titik fokus dan bagaimana sebuah dimensi ruang dapat mempengaruhi nilai ruang suatu tempat serta mempelajari tentang ruang positif dan ruang negatif.

Thanks.......

Jumat, September 26

Definisaun saida mak Arquitetura ( TPC Universitariu semester 1)



Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses perancangan tersebut.