ORGANISASI SAR
SAR adalah pengerjaan dari personil
yang terlatih dan fasilitas yang dapat digunakan unutk menolong dengan cara
efektif dan seefisien mungkin terhadap jiwa manusia atau sesuatu yang berharga
yang ada dalam keadaan mengkhawatirkan atau hilang.
Sedangkan tugas pokok BASARNAS adalah
memberikan pertolongan terhadap barang berharga atau jiwa manusia yang ada
dalam keadaan mengkhawatirkan atau hilang dalam musibah penerbangan, pelayaran
dan bencana alam.
PERKEMBANGAN
ORGANISASI SAR
Pada KEPPRES No.11 th 1972 disebut
BASARI (Badan SAR Indonesia) dengan susunan organisasi terdiri dari Pimpinan Pusat
Koordinasi SAR Nasional (PUSARNAS), Pusat Koordinasi Rescue, Sub–sub Pusat
Koordinasi Rescue serta unsur–unsur SAR.
Pada KEPPRES No.44 dan 45 th 1974 dijelaskan
antara lain PUSARNAS sebagai singkatan dari Pusat SAR Nasional dan berada di
bawah Departemen Perhubungan.
Pada KEPPRES No.47 th 1979 PUSARNAS
diganti menjadi BASARNAS (Badan SAR Nasional). Keppres No.28 th 1979 dijelaskan
bahwa BASARI termasuk anggota BAKORNAS PBA (Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana Alam).
Perubahan PUSARNAS menjadi BASARNAS ini
disertai pula dengan perubahan eselon, semula PUSARNAS Eselon II, sekarang
BASARNAS Eselon I atau setingkat dengan Direktorat Jenderal. Dan untuk
kelancaran tugas–tugas di lapangan telah dikeluarkan juga instruksi Menteri
Perhubungan bahwa Kepala BASARNAS ditunjuk sebagai kuasa Ketua BASARI untuk
tugas–tugas di lapangan.
BASARNAS
BASARNAS mempunyai tugas pokok membina
dan mengkoordinasi semua usaha dan kegiatan pencaharian, pemberian pertolongan
dan penyelamatan sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional
terhadap orang dan material yang hilang atau menghadapi bahaya dalam
penerbangan, pelayaran, dan bencana alam.
Tugas pokok BASARNAS dapat dijabarkan dalam struktur
intern BASARNAS sebagai berikut:
1. Sekretariat
Badan
Bertugas
memberi pelayanan teknis dan administratif bagi seluruh satuan organisasi di
lingkungan BASARNAS dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
2. Pusat
Pembinaan
Bertugas membina,
memberikan pengarahan serta mengkoordinasikan potensi–potensi SAR baik tenaga
maupun peralatan dalam persiapan menghadapi setiap kemungkinan terjadinya musibah
penerbangan, pelayaran atau bencana alam.
3. Pusat Operasi
SAR
Bertugas
membina dan melaksanakan pengendalian operasi komunikasi dan elektronika. Maka
pusat operasi SAR terdiri dari Bidang Pengendalian dan Bidang Komunikasi
Elektronika.
Tahapan Operasi SAR
Untuk mempermudah operasi SAR maka kegiatan operasionil
dibagi dalam kelompok tahapan–tahapan :
1. Awareness
Stage (Tahap Kekhawatiran)
Kekhawatiran
bahwa sesuatu keadaan darurat mungkin akan muncul. Termasuk di dalamnya
penerimaan informasi keadaan darurat dari seseorang atau organisasi.
2. Initial
Action Stage (Tahap Kesiagaan)
Aksi
persiapan diambil untuk menyiagakan fasilitas SAR dan mendapat informasi yang
lebih jelas, termasuk di dalamnya :
a)
Mengevaluasi dan mengklasifikasikan informasi yang
didapat
b) Menyiapkan fasilitas SAR
c) Pencarian awal dengan komunikasi (Preminilary
Communication Check)
d) Perluasan pencarian dengan komunikasi (Extended
Communication Check Excom)
e) Pada kasus yang gawat dilaksanakan aksi
secepatnya setelah tahapan tersebut bila
keadaan
mengharuskan.
3. Planning
Stage (Tahap Perencanaan)
Suatu
pengembangan perencanaan yang efektif, termasuk di dalamnya :
a)
Penunjukan SMC (SAR Mission Coordinator)
b) Perencanaan pencarian di mana sepatutnya
dilaksanakan
c) Menentukan posisi paling mungkin (Most
Probable Position/MPP) dari korban tersebut
d) Luas dari area pencarian
e) Tipe pola pencarian
f) Perencanaan pencarian yang dapat dipakai
g) Memilih metode pertolongan yang terbaik
h) Memilih titik pembebasan/delivery point yang
aman bagi korban
4. Operation
Stage
Tahap
operasi, yang termasuk di dalamnya :
a)
Fasilitas SAR bergerak menuju lokasi
b) Melakukan
pencarian
c) Menolong/menyelamatkan
korban
d) Memberi
perawatan gawat darurat pada korban yang membutuhkan pertolongan
e) Memberikan
briefing kepada pasukan pelaksana
f) Melakukan
penggantian/penjadwalan pasukan pelaksana di lokasi kejadian
5. Mission
Conclusion Stage
Tahap konklusi/penutup
ini adalah gerakan dari seluruh fasilitas SAR yang digunakan dari suatu titik
pembebasan yang aman kelokasi semula (Regular Location), termasuk di dalamnya :
a)
Mengembalikan pasukan ke pangkalan (Base Camp) pencarian
b) Penyiagaan kembali tim SAR untuk menghadapi musibah
selanjutnya yang sewaktu
waktu bisa
terjadi
c) Membuat dokumentasi misi SAR
d) Mengembalikan SAR unit masing-masing
KONTOR KOORDINASI
SAR (KKR)
Tugas KKR
menyelenggarakan suatu koordinasi rescue guna mengkoordinator semua unsur SAR.
Dan fasilitas SAR untuk kegiatan di bawah tanggung jawab dan dalam organisasi
intern KKR, tugas ini dijabarkan sebagai berikut:
1. Seksi
Perencanaan
Bertugas membantu
kepada KKR, dibidang perencanaan dan program serta mempersiapkan perjanjian
dengan instansi lain.
2. Seksi
Operasi
Bertugas
melaksanakan sistem dan SAR dalam wilayah tanggung jawab
3. Seksi Umum
Bertugas
menyelenggarakan pelayanan teknis dan administratif. Berarti kepada KKR
bertanggung jawab atas terselenggara operasi SAR yang efektif dalam waktu
singkat pada wilayah yang ditetapkan.
SUB KOORDINASI
RESCUE (SKR)
Sub koordinasi
rescue mempunyai tugas sebagai perangkat pelaksana SAR yang efektif dalam waktu
singkat pada wilayah ditetapkan SKR. Fungsinya:
-
Melaksanakan peningkatan kegiatan kesiagaan dan kemampuan
teknis operasional.
-
Mengusahakan kerja sama semua unsur SAR yang berada dalam
wilayah.
-
Menghubungkan instansi pemerintah dan swasta di wilayah
tanggung jawab sebagai koordinasi SAR.
-
Merencanakan dan mengendalikan pelaksanaan SAR dalam
wilayah.
-
Mengumpulkan data keterangan fasilitas, sarana personil
dan materil dalam wilayah yang dilakukan untuk tugas SAR.
-
Menyusun laporan hasil pelaksanaan.
TINGKAT KEADAAN
DARURAT
Dikenal tiga tingkat
keadaan darurat yaitu; INCERFA, ALERFA, DETRESFA.
1. INCERFA (uncertainty
phase/fase tidak menentukan/fase merugikan)
Merupakan suatu
keadaan emergency yang di tunjukkan
atau ditandai dengan adanya keraguan mengenai keselamatan penumpang
pesawat/kapal karena diketahui kemungkinan mereka menghadapi kesulitan atau
karena pesawat atau kapal itu tidak memberikan tentang informasi posisi
sebenarnya (losscontact)
2. ALERFA
(alert phase/fase mengkhawatirkan/fase siaga)
Suatu keadaan
emergency yang ditunjukkan dengan adanya kekhawatiran, kecemasan mengenai
kehidupan/keselamatan orang-orang. Penumpang pesawat karena adanya informasi
yang jelas bahwa mereka menghadapi kesulitan serius yang mengarah pada
kesengsaraan (distress) atau karena
pesawat/kapal tidak memberikan informasi lanjutan perkembangan posisi atau
keadaan.
3. DETRESFA (distress
phase/fase darurat bahaya)
Suatu keadaan
emergency yang ditunjukkan bila bantuan yang cepat sudah dibutuhkan oleh
pesawat/kapal yang tertimpa musibah karena telah terjadi ancaman serius atau
keadaan darurat, bahaya atau kurang/hilang informasi perkembangan
posisi/keadaan setelah proses alert phase
dilalui
KOMPONEN SAR
Sebelum diaktifkan
suatu penyelenggaraan operasi SAR tentu harus didahului dengan adanya suatu
keadaan/situasi yang memerlukan pelayanan jasa SAR. Berarti harus ada informasi
adanya suatu musibah yang mengkhawatirkan atau dikhawatirkan akan terjadi dan
yang sedang terjadi. Penyelenggara operasi SAR ini akan berlangsung bila
dilakukan oleh lima komponen yaitu; organisasi, fasilitas, komunikasi,
pelayanan darurat medik, dan dokumentasi.
1. Organisasi
Organisasi dalam
penyelenggaraan operasi SAR ini merupakan organisasi khusus yang dibentuk untuk
jangka waktu tertentu (operasi SAR). Agar
dapat dilakukan koordinasi dan pengendalian unsur SAR yang ada sehingga
kegiatan menjadi efektif dan berhasil dengan hubungan koordinasi atau
pengendalian antara SC (SAR coordinator),
SMC (SAR mission coordinator), OSC (on scene commander) dan SRU (search rescue unit).
-
SC (SAR Coordinator)
Pejabat yang mampu memberikan dukungan terhadap KKR/SKR
dalam mengembangkan unsur operasi SAR karena jabatan dan wewenang yang
dimiliki. Kemudian unsur ini diberikan kepada SMC untuk digunakan dalam operasi
SAR.
-
SMC (SAR Mission Coordinator)
Pejabat yang ditunjuk kepada BASARNAS/KKR/SKK karena
memiliki kualitas yang ditentukan atau telah melalui pendidikan sebagai seorang
SMC yang diakui. SMC ini yang mengkoordinasikan dan mengendalikan operasi.
Tugas dan tanggung jawab mengenai:
1) Mendapatkan
informasi musibah.
2) Informasi
mengenai keadaan cuaca dan laut.
3) Menentukan
daerah pencarian dan cara serta fasilitas yang akan digunakan.
4) Membagi-bagi
daerah pencarian.
5) Mengevakuasi
setiap perkembangan (berdasarkan data-data yang diterima)
6) Melaporkan
seluruh kegiatan operasi SAR secara teratur ke BASARNAS/KKR/SKK
7) Mengadakan
koordinasi dengan KKR/SKK tetangga apabila pencarian tidak terbatas pada satu
wilayah SAR saja.
8) Menyarankan
penghentian usaha pencarian bila dipandang perlu.
9) Membebaskan
unsur SAR dan menghentikan kegiatan karena bantuan mereka tidak diperlukan.
10) Membantu
laporan terakhir perihal keadaan operasi SAR yang telah diusahakan.
Pada umumnya operasi SAR dapat di kendalikan dari
KKR/SKR, meskipun demikian bila tidak mungkin maka SMC dapat memutuskan untuk
pindah sementara waktu ke tempat yang lebih dekat dengan tempat terjadinya kecelakaan
dan mengendalikan jalannya operasi SAR dari tempat tersebut.
-
OSC
(On Scene Commander)
Seorang
pemanjat yang ditunjuk oleh SMC untuk mengkoordinasi dan mengendalikan unsur
SAR dilapangan. Berarti OSC ini melaksanakan tugas SMC yang didelegasikan kepada.
OSC ini baru ada/ditunjukan bila SMC merasa perlu ada untuk membantu tugas.
Persyaratan
sebagai OSC sama dengan persyaratan yang diperlukan SMC. Di Indonesia saat ini
adanya seorang SMC dalam operasi SAR dirasakan perlu karena belum lancarnya
komunikasi yang ada dan luas area pencarian.
-
SRU
(Search and Rescue Unit)
Unsur
SAR yang dioperasi pada kegiatan SAR dan mengikuti pertahapan penyelenggaraan
operasi. SRU ini bias berupa unsur SAR dari berbagai organisasi/instansi yang
diperlukan dan diperbantukan/ditugaskan oleh induk atau merupakan bagian dari
kelompok masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam operasi SAR
2.
Fasilitas
Yang diartikan dengan fasilitas SAR
pendukung dari seluruh penyelenggaraan operasi SAR, dapat berupa fasilitas
milik pemerintah, swasta, perusahaan, kelompok masyarakat maupun perorangan
yang digunakan dalam operasi SAR. Jenis dapat berupa personal pesawat, kapal
laut, fasilitas komunikasi, tenaga khusus terlatih, peralatan emergency, dll.
3.
Komunikasi
Komunikasi ini akan berperan:
-
Penyampaian
keadaan emergency.
-
Untuk
menanggapi/memberi respond an melanjutkan informasi pada berbagai pihak yang
terkait dalam operasi SAR.
-
Untuk
mengendalikan suatu operasi.
Di dalam komunikasi SAR ini termasuk juga
sign sigma darurat komunikasi operasi SAR, penyampaian informasi SAR, fasilitas
komunikasi yang dapat digunakan dan jaringan komunikasi. Tanpa adanya
komunikasi maka pelaksanaan operasi tidak dapat berjalan dengan efesien dan
efektif sesuai dengan hasil yang diharapkan.
4.
Pelayanan
Darurat Medik
Memberikan perawatan darurat semampu
mungkin kepada korban yang cedera, agar korban dapat bertahan hidup dalam usaha
pertolongan. Termasuk didalam penerapan keahlian pertolongan pertama darurat
kepada korban dilokasi kejadian serta evakuasi dan transportasi korban ke rumah
sakit atau pihak lain atau pihak lain yang menangani lebih lanjut.
5.
Dokumentasi
Memberikan semua data dan analisis dari
informasi yang berhubungan dengan misi SAR termasuk semua data yang diterima
pada tahap kekhawatiran sampai pada tahap akhir konklusi misi, cerita/catatan
baik tertulis atau visual (gambar/foto) secara khusus diikutsertakan, yang
nantinya merupakan bahan untuk evaluasi kegiatan dan merupakan pedoman bagi
kegiatan selanjutnya.
TEKNIK TEKNIK PENCARIAN
Walaupun perencanaan-perencanaan pencarian yang spesifik
akan bervariasi tergantung kepada situasi, strategi yang umum telah
dikembangkan, yang mana akan dapat diterapkan untuk hampir seluruh situasi di
alam bebas. Kesemuanya ini berputar bekisar 5 mode sebagai berikut:
1.
Premilinary
Mode
Mengumpulkan informasi-informasi awal,
saat dimulai tim-tim pencari diminta bantuan tenaganya sampai kedatangan
dilokasi, informasi dari perencanaan pencarian awal, perhitungan.
2.
Confinement
Mode
Menetapkan garis besar untuk mengurung
orang yang hilang agar berada didalam area pencarian (search area).
3.
Detection
Mode
Pemerintah tempat yang dicurigai bila
perlu dan pencarian dengan cara menyapu (sweep searches) diperhitungkan untuk
menentukan orang yang hilang atau barang-barang yang tercecer.
4.
Tracking
Mode
Mengikuti jejak atau barang yang tercecer
yang ditinggal orang yang hilang.
5.
Evacuation
Mode
Memberikan perawatan kepada korban dan
membawa dengan tandu apabila diperlukan.
Dari kelima mode
itu, anggota EXPLORER SEARCH AND RESCUE
(ESAR) team umum akan banyak terlibat pada confinement, detection dan
evacuation. Pada Preliminary Mode, Operation Leader (OL) dari ESAR akan
menjabat pekerjaan sebagai penghubung dengan badan yang bertanggung jawab
bersama pada kelompok SAR yang lain untuk merumuskan perencanaan pencarian.
Anggota tim umumnya tidak terlibat dalam masalah ini. Sejauh ini juga, ESAR
team biasanya tidak dilibatkan didalam Tracking Mode. Tracking umumnya
berbentuk 2 kemungkinan/macam:
1. Tracking
dengan menggunakan anjing pelacak.
2. Tracking
oleh manusia yang terlatih.
CONFINEMENT MODE
Sasaran
Pemikiran yang
melatar belakangi Confinement Mode cukup sederhana, menjebak orang yang hilang
di dalam satu area yang diketahui batas-batas sampai:
1. Area itu
dapat disapu (dilakukan pencarian)
2. Korban
bergerak keluar dari area dan dalam proses dapat tertangkap oleh tim pencari.
Waktu Penggunaannya
Diperlukan tahap
awal dari operasi pencarian. Dalam prakteknya, confinement mungkin tidak mudah
dicari, kecenderungan yang umum terjadi adalah mengirim tim pencari ke lokasi tempat
dimana korban diduga berada. Akan tetapi bila OL salah menduga atau tim pencari
bergerak lebih jauh, maka search area akan bertambah luas.
Memagari gerak
pencari merupakan kerja awal untuk mendapat confinement. Hal ini mungkin
diperlukan bila area pencarian menjadi sangat luas.
Metode-metode yang
digunakan:
1. Trail Block
Tim kecil dikirimkan untuk memblokir jalan setapak
keluar-masuk area pencarian. Mereka mencatat nama-nama dan data dari setiap
orang yang meninggalkan area pencarian dan memberi tahu yang akan masuk search
area tentang orang hilang. Satu orang tetap berjaga sepanjang waktu dan dapat
memperhitungkan bahwa tidak seorang pun lolos lewat tanpa diketahui. Trail
block harus tetap diawasi sepanjang waktu sampai diperintahkan dalam bentuk lain.
2. Road Block
Sama dengan trail block. Kadang sukarelawan yang sudah
tua diminta untuk bertugas disini apabila area pencarian diputuskan untuk
tertutup bagi yang bukan tim pencari. Sebaiknya petugas hukum umum ditempatkan
dalam road block.
3. Look Outs
Sering ada tempat disekitar batas dari search area yang
memberikan pandangan yang luas ke dalam lembah-lembah disebelah sungai. Dari
situlah tim pencari memilih tempat-tempat yang kemungkinan dilewati oleh orang
yang hilang. Sebuah tim kecil ditempatkan pada posisi-posisi itu. Beberapa
peralatan seperti asap, bunyi, lampu, dan bendera dapat digunakan untuk menarik
perhatian orang yang hilang.
4. Camp-In
Sebuah camp-in dapat berupa look outs (pos pengamatan),
trail block, radio relay (penghubung radio), atau situasi lain dimana satu tim
kecil menempati lokasi tersebut. Lokasi-lokasi itu harus mempunyai luas pandang
yang baik, cabang atau pertemuan jalan setapak, pertemuan sungai, dan
lain-lain.
5. Track Traps
Track traps ini berupa lokasi yang diperkirakan
akan/sudah dilewati oleh orang hilang. Sebarkan debu meluas pada tempat ini,
dan periksa ulang secara berkala untuk melihat jejak.
6. String Lines
look outs dan camp-in khususnya akan efektif pada daerah
terbuka dimana luas pandangan baik. Tetapi daerah berpohon dan bersemak lebat
dapat lebih sempurna untuk kepentingan atau penggunaan yang sama jika
menggunakan string lines (bentangan tali yang bertanda).
String lines dipergunakan untuk confinement.
Tags (tanda) pada
string lines akan menarik perhatian orang yang hilang untuk bergerak mengikuti
bentang tali itu dan keluar ketempat yang aman. Setelah confinement, string
lines juga dapat digunakan untuk membagi area itu dan untuk menandai sektor
pencarian.
Pemisahan lebih lanjut dari search area
Pemisahan lebih
lanjut ini menghasilkan 2 hal yang diinginkan:
1. Mengurangi
waktu yang diperlukan oleh orang yang hilang bergerak mencapai string lines.
2. Menjadikan
kotak-kotak/ruang-ruang search area menjadi sektor yang terkuasai untuk
pencarian tim.
Metode Detection
a. Tipe I
Search
Pemeriksaan secara resmi yang segera dilakukan terhadap
area yang dianggap paling memungkinkan.
b. Tipe II
Search
Pemeriksaan yang cepat dan sistematik atas area yang luas
dengan metode penyapuan agar menghasilkan hasil akhir yang maksimal dari setiap
jam kerja pencarian. Cara ini lebih efisien pada daerah terbuka, menentukan
beberapa personil dengan jarak pandang berjauhan dan berjalan sejajar.
c. Tipe III
Search
Pencarian dengan sistematik yang tepat atas area yang
lebih kecil dengan penyapuan yang cermat. Dilakukan pada medan pencarian yang
sulit (berbukit-bukit), rimbun (vegetasi/tanaman yang padat). Penyapuan
dilakukan oleh personil yang berjalan sejajar dengan jarak yang relatif dekat
pada area (karvak) yang sempit.
Pada operasi
pecarian setiap kali ditemukan jejak berupa barang atau tanda-tanda yang
menunjukan keberadaan korban, maka lokasi tersebut diberi penanda (marker), dan
dengan segera dilaporkan kepada OSC atau SMC.